Berawal dari lebaran kemarin. Berhubung semua keluarga berkumpul, walhasil yang namanya memasak dan mencuci piring tidak pernah usai. Dan dalam kegembiraan itu, kadang muncul sebuah pertanyaan besar di lubuk hati, kenapa harus kami para perempuan yang melakukannya ?
Karena perempuan pinter masak ? Tidak juga, banyak koki yang notabene laki-laki gagah dan atletis. Perempuan kalah jago masak dibanding mereka.
Karena perempuan bersih kalau cuci piring ? Walah, ini apalagi. Tukang cuci piring di resto-resto itu kebanyakan laki-laki. Juga tukang sapu atau tukang pel di perusahaan atau pabrik.
Kayaknya, tema ini menjadi begitu kontroversial bagi keluarga kami. Mengingat sosok ibu kami adalah Totally Housesife. Semua pekerjaan rumah adalah tanggung jawabnya. Bapak hanya bertugas mencari nafkah. Sehingga pola itu tersimpan di memory kami sebagai anak, bahwa kewajiban istri adalah menuntaskan semua pekerjaan rumah. Well, kita sebut ternyata tidak sedikit. Mencuci piring, memasak, menghidangkan makanan, membereskan meja makan, mencuci baju, menjemur, mengangkat jemuran, menyeterika, menyapu rumah, mengepel rumah, menyapu halaman, menyiram bunga dan halaman. Masih ada lagi belanja. Belanja makanan dan pakaian. Terus, membantu mengerjakan PR. Apalagi ? Mencari buku atau pensil yang keselip entah di mana. Wuih ... kalau dihitung dengan jemari di tangan gak akan cukup.
Gak usah dibangdingkan dengan kewajiban ayah mencari nafkah deh ! Jelas lebih mbulet urusan istri di rumah !
Lalu, benarkah itu semua kewajiban istri ? Yang bila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan mendapat dosa ? Helooooo .... kalau mau dicari ayat atau hadistnya jelas gak ada yang menyatakan tugas seorang istri adalah mencuci dan memasak.
KEWAJIBAN adalah pekerjaan yang tidak bisa dipindahtangankan ke orang lain begitu saja. Harus dikerjakan sendiri.
Dan satu kewajiban yang jelas bagi seorang istri adalah : Melayani Suami. Ini tidak bisa dipindahtugaskan ke orang lain begitu saja kan ? Suami harus kawin dulu dengan orang lain bila istri ingin melemparkan kewajiban ini pada orang lain.
Sedangkan pekerjaan rumah tangga dan pendidikan anak, bisa dipindahtangankan ke orang lain begitu saja. Contoh, kadang bila ibu kita datang ke rumah dan melihat tumpukan seterikaan kita, tanpa diminta beliau dengan suka rela membantu menyeterika. Terus bila anak kita salah mengucap kalimat, kadang tetangga yang membetulkan.
Intinya, semua pekerjaan yang selama ini kita anggap sebagai kewajiban istri, BISA dipindahtangankan ke orang lain, baik itu dengan sukarela atau dengan upah. Dan itu artinya bukan kewajiban. Tapi KEBAIKAN. Kebaikan itu bila dikerjakan akan bernilai pahala. Gak dikerjakan ya gak dapat pahala.
Tapi beda konteksnya kalau kebaikan itu dijadikan perintah oleh suami. Misal, suami 'menyuruh' kita mencuci, so ... kita wajib melaksanakannya, kalau membantah ya dosa.
Jadi sebenarnya, pekerjaan domestik itu kewajiban siapa ? Kalau saya bilang KEWAJIBAN SUAMI, apa para suami akan protes ?
Tugas suami adalah menafkahi keluarganya. Menafkahi artinya memberi makan dan pakaian agar keluarganya tetap hidup. Memberi makan artinya kalau istri atau anaknya mau makan ya tinggal makan. Mau pakai baju ya tinggal pakai.
Jadi ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya ....