Kamis, 16 Februari 2012

Dream's Book 2012, My Inspiration

Seorang teman menantangku untuk menulis impianku di tahun 2012. Tidak ada salahnya bermimpi kan ? Selama kita bisa bangun dan mewujudkan mimpi itu. Walau mewujudkan impian itu mudah disebut di lisan atau tulisan, tapi menyatakannya dalam sebuah usaha untuk benar-benar mewujudkannya tidaklah mudah.

Sebenarnya, tahun kemarin, 2011, aku mempunyai banyak mimpi. Dan ternyata, banyak yang tidak terwujud. Awal tahun kemarin, dua hal telah mengejutkan aku. Dan dua hal itu telah menyadarkan aku, bahwa aku terlalu banyak bermimpi, kurang merealisasi. Padahal sebenarnya, bila aku mau, aku bisa mewujudkannya. Dua hal itu adalah kedua buku ini.

 

Ya, di 2011 aku bermimpi mempunyai novel sendiri. Dengan berbagai alasan yang baru kusadari saat ini, aku tidak berhasil mewujudkannya. Alasan klise sebenarnya, selalu merasa kekuarangan waktu. Tiga naskah novelku memang sudah selesai aku buat. Satu belum terkirim, satu belum mendapat jawaban dari penerbit, dan satu lagi sama sekali belum aku edit. Dan masih ada dua lagi yang masih separuh jalan. Menyedihkan. Dan tentunya, tak ada satu pun yang terbit di tahun itu.

Kejutan dua antologi di atas, menyadarkanku. Aku tak pernah mengira, keduanya terbit di awal tahun. Itu adalah tabunganku di tahun lalu. Ya, dan sekarang aku menuai hasilnya. Apa yang kutanam di tahun lalu, dipanen di tahun ini. Memang tidak akan sekelas dengan karya Habiburahman El Shirazy atau Andrea Hirata. Apalagi JK Rowling. Jauh. Tapi setidaknya, kehadiran antologi ( buku gotong royong ) ini telah membangunkan tidurku.  

Maka, di tahun ini aku bertekad tidak terlalu banyak punya mimpi. Tapi aku harus banyak menabung. Agar tahun depan aku bisa panen melimpah. Tak usah terlalu muluk merancang mewujudkan mimpi. Tahun kemarin, menargetkan menulis novel dalam satu bulan. Ternyata aku kelelahan sendiri. Dan akibatnya, menjadi begitu terbebani dengan targetku sendiri. Dan tentunya, hanya menghasilkan 3 novel seperti yang kuceritakan di atas, yang belum berarti apa-apa.

Di tahun ini, aku akan menabung sedikit demi sedikit. Toh, lama-lama akan menjadi bukit. Cukup menulis, 2 sampai 5 halaman sehari. Aku akan melakukannya tanpa memaksakan diri. Menjalaninya dengan sederhana, tanpa banyak impian. Aku yakin, setidaknya akan ada satu buku impianku yang akan aku nikmati, My Dream's Book. Lebih baik punya satu mimpi tapi terwujud, daripada banyak mimpi tapi hanya dalam angan.

TELITI SEBELUM MEMBELI


Judul      : Barang Yang Sudah Dibeli Tidak Dapat Ditukar Kembali
Penulis   : Stebby Julionatan
Penerbit : Bayumedia Publishing
ISBN       : 978-602-9136-73-9
Terbit     : Januari 20112
Tebal      : 80 Halaman
Harga     : Rp. 30.000,-

Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar kembali. Aku agak bingung dengan kalimat ini, karena aku mendapat buku kedua Stebby Julionatan ini dengan cara barter, alias tukeran. Beli saja tidak dapat ditukar lagi, apalagi tukeran.

Melihat cover depannya, sekilas sudah bisa ditebak, pasti isinya tentang wanita atau seputar cinta. Cukup terkejut dengan 14 endorsement, untuk buku setebal 80 halaman. Apalagi, ada orang gedhean, seperti Pak Walikota Probolinggo. Sebenarnya tidak mengherankan, mengingat penulis pernah dinobatkan sebagai Kang Yuk 2006. 

Diawali dan diakhiri dengan puisi. Ketiga belas kisah di dalamnya, hmm... nyastra abisss. Tidak jauh beda dengan LAN, novel pertama penulis. Bagi penggemar sastra, buku ini sangat cocok untuk dinikmati. Tapi bagi penggemar fiksi seperti saya, saya harus menyediakan waktu ekstra untuk membaca ulang. Mengernyitkan kening berkali-kali, karena kurang memahami bahasa sastra. Namun, dari tutur yang disampaikan, bahasanya cerdas dan bernas. Selalu ada makna-makna tersirat di dalamnya. 

Jika mengharapkan konflik yang seru atau alur cerita yang menarik, tidak ditemui dalam buku ini. Penulis lebih cenderung menonjolkan kemampuan bersastranya. Dan, sebagai orang timur, penulis termasuk berani menuliskan adegan sensual dengan terperinci di dalamnya. Bahkan kutipannya, ada di cover belakang. Well, jujur saya gak suka bagian ini. Padahal, kisah kedua begitu memukai saya. Banyak pesan moral tersirat dan layak menjadi perenungan. Kisah kedua adalah kisah kesukaan saya. Adegan sensual sebenarnya bisa dibahasakan dengan lebih halus. Toh buku ini sudah nyastra abisss, jadi tinggal polesan bahasa yang lebih smooth lagi.
Satu lagi, penulis cukup cerdas mengangkat setting kota kelahirannya, Probolinggo. Selalu disebutkan, di akhir cerita. Dan terdapat juga selipan dalam kisah.

Buat penulis, maaf kalau resensinya sotoy. Jujur, ini apa adanya. Karena saya pribadi tahu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Yakin, kelak pasti menjadi sastrawan hebat. Selamat berkarya !
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...