Sabtu, 22 Oktober 2011

Penerbit Gramedia

 Prosedur Penerbitan Naskah di Gramedia Pustaka Utama

Kami selalu menerima naskah dari penulis untuk kami terbitkan, bila naskah
tersebut kami nilai memenuhi standar penerbitan kami. Namun, maaf sekali, kami
tidak bisa menerima naskah yang dikirimkan melalui e-mail, karena akan
menyulitkan tim editor dalam melakukan penilaian naskah.

Apabila Anda ingin menerbitkan naskah Anda, silakan kirimkan naskah tersebut ke alamat kami di
PT Gramedia Pustaka Utama
Gedung Kompas Gramedia Lantai 5
Jl. Palmerah Barat 29-37
Jakarta 10270


Cantumkan jenis naskah Anda di sudut kiri atas. Fiksi/Nonfiksi. Remaja/Dewasa. Dll. Untuk memudahkan proses seleksi/pengkategorian.
 Naskah yang dikirimkan harus dalam bentuk print out, lengkap (tidak hanya cuplikan naskah).Sertakan pula sinopsis cerita.
 Tebal naskah untuk novel 100-200 halaman. (Bisa lebih asal jangan berlebihan)
 Untuk buku anak, lengkapi dengan contoh ilustrasi. Konsep cerita (terutama untuk buku berseri).
 Jenis kertas yang digunakan bebas, asal mudah dan enak dibaca. Ukuran font 12pt, dan spasi 1,5. Tema naskah juga bebas, selama tidak menyinggung SARA dan vulgar. 
 Sertakan bersama naskah Anda, data diri singkat. 

Naskah sebaiknya sudah dijilid, agar tidak tercecer selama dibaca oleh tim editor kami.
 Setelah masuk ke meja redaksi, naskah akan dibaca oleh tim editor selama minimal 4-5 bulan. Naskah yang belum bisa kami terbitkan, akan kami kembalikan.
 Untuk keterangan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi 53650110 ext. 3511/3512 (redaksi fiksi/nonfiksi).
Atau via e-mail: 
fiksi@gramediapublishers.com atau nonfiksi@gramediapublishers.com

NB.: Kami tidak memungut bayaran apapun kepada penulis yang ingin menerbitkan naskahnya.

 
GPU & Fokus Terbitannya
 
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama (GPU) adalah penerbit buku-buku 
umum, artinya buku-buku yang dimaksudkan untuk konsumsi umum, karena 
merupakan referensi atau bacaan umum, mulai dari anak-anak, remaja 
sampai dewasa, mencakup buku fiksi maupun non-fiksi. Itulah main 
business kami. Tetapi, adalah fakta bahwa banyak di antara buku kami 
juga dipakai sebagai buku teks. Karena itu, kami juga memiliki Desk 
Buku Teks, yang secara khusus bertanggung jawab atas buku-buku teks 
perguruan tinggi yang kami terbitkan. (Untuk buku teks bagi siswa 
SMU ke bawah, silakan anda menghubungi sister company kami: Penerbit 
Grasindo).
 
Buku-buku umum yang kami terbitkan adalah buku-buku yang mengandung 
nilai-nilai yang sejalan dengan mission statement kami, 
yaitu "Bersama komponen bangsa yang lain, ikut serta menciptakan 
Indonesia Baru dengan nilai-nilai humanisme transendental." Karena 
itu, buku yang kami terbitkan adalah yang mengembangkan nilai-nilai 
kemanusiaan yang beriman kepada Sang Pencipta dan Pemelihara, yaitu 
Tuhan Semesta Alam. Itu berarti bahwa kami akan menerbitkan buku 
yang mendorong munculnya semangat pluralis, demokratis, inklusif, 
cerdas, berwawasan luas, profesional, berbudaya, humanis, dan 
religius. Sebaliknya, kami mengindari penerbitan naskah yang 
mendorong semangat fanatik sempit, picik, anti-refleksi dan anti-
pembelajaran, pelecehan terhadap kemanusiaan.
 
 
Dewan Penilaian Naskah
 
Untuk menilai kelaikan terbit suatu naskah, kami memiliki Dewan 
Penilaian Naskah, yang terdiri dari wakil-wakil dari Redaksi, 
Produksi dan Pemasaran/Promosi, yang dari perspektifnya masing-
masing akan memberi rekomendasi terhadap suatu naskah untuk terbit 
atau tidak terbit. Terasah oleh pengalaman, masing-masing akan 
mengembangkan perspektif mereka, tetapi: 
 
Secara khusus Redaksi akan menilai naskah dari mutu isinya: 
kesesuaian dengan misi, kedalaman dan kelengkapan informasinya, 
bagaimana pentingnya topik/tema naskah (importance), bagaimana 
relevansinya, bagaimana penyajiannya (urutan logis atau sistematika 
pemaparan dan gaya bahasanya), apa keunggulan dan kelemahan naskah 
tsb dibandingkan dengan buku yang sudah beredar di pasar. 
Secara khusus wakil dari Produksi akan menilai naskah dari sisi 
produksi dan pembiayaannya: kemudahan/kesulitan produksinya, proses 
yang harus dilalui, perkiraan besar ongkos produksinya. 
 
Secara khusus wakil dari Pemasaran/Promosi akan menilai naskah dari 
serapan pasarnya (marketability): apakah akan disambut pasar dengan 
gairah atau sebaliknya? Berapa ribu akan terserap pasar dalam 
setahun? Berapa lama naskah itu akan bisa hidup di pasar, akan terus 
dibutuhkan atau hanya menjawab kebutuhan sesaat? 
 
Kadang-kadang Dewan juga minta pertimbangan dari para ahli, termasuk 
dari kalangan perguruan tinggi, atas naskah-naskah tertentu.
 
Quadran Penilaian
 
Dengan menggunakan kata MUTU untuk mutu naskah dan kesesuaian dengan 
misi kami, serta kata LAKU untuk serapan pasar, terciptalah quadran 
penilaian sbb:
 
Quadran 1: Mutu Tinggi & Laku Keras
Inilah primadona kami. Lampu hijau langsung kami berikan untuk 
segera menerbitkan naskah yang masuk dalam quadran ini.
 
Quadran 2: Mutu Rendah Tapi Laku Keras
Ini lampu kuning. Kalau mutunya "tidak jeblok-jeblok amat", dan 
penerbitannya TIDAK menimbulkan opini umum "Gramedia kampungan!", 
kami masih mau menerbitkan naskah dalam quadran ini. Tapi, ya itu 
tadi… tidak terkesan "MELACURKAN DIRI" atau muncul pendapat 
sinis "HUH, GRAMEDIA CUMA CARI UNTUNG DENGAN MENJUAL SAMPAH!"
 
Quadran 3: Mutu Tinggi tapi Tak Laku
Ini lampu kuning. Demi standing kami, kami mau menerbitkan naskah-
naskah yang masuk dalam quadran ini. Inilah sumbangan sosial kami. 
Kalau dana kami untuk ini sudah habis, kami mengusahakan cara lain:
Minta pihak kedua (penulis) untuk membeli sebagian agak besar dari 
bukunya pada saat terbit. 
Menggandeng pihak ketiga untuk ikut dalam pembiayaan, semacam co-
publishing, dan logo pihak ketiga itu boleh tampil di cover. 
 
Quadran 4: Mutu Rendah & Tak Laku
Ini lampu merah. Kami tak ingin cari penyakit. Naskah di quadran ini 
hanya bikin malu penerbit dan penulisnya... sudah malu, rugi lagi!
 
 
Prosedur
 
Bila anda memiliki naskah-naskah yang sejalan dengan misi kami, 
dengan senang hati kami akan mempertimbangkan penerbitannya. 
Prosedurnya adalah sbb:
 
1. Kirim naskah Anda (lengkap, dibendel agar mudah dibaca) ke 
Redaksi Gramedia Pustaka Utama, Gedung Kompas-Gramedia, Jl. Palmerah 
Selatan 24 -- 26, Lt. 6, Jakarta 10270
 
2. Lengkap berarti: naskah itu 100% komplit, termasuk gambar-gambar, 
walaupun gambar-gambar itu hanya kopi dari aslinya, bukan masternya. 
Ini penting karena master gambar-gambar itu berikut data elektronik 
naskah tersebut baru akan diserahkan ketika sudah jelas kami 
putuskan untuk diterbitkan. Ini menjadi sarana pengaman bagi Penulis 
agar, andaikata ditolak oleh GPU dan naskah itu mau ditinggal di 
GPU, hanya kopian yang dimiliki GPU (lihat relevansinya dengan point 
4 & 5).
 
3. Sertakan informasi mengenai:
 
1)      Apa keunggulan naskah tsb dibandingkan dengan buku yang 
sudah ada di pasar? 
2)      Siapa pembaca sasarannya? Siapa saja yang berkepentingan 
dengan naskah buku tsb, dan seberapa besar populasinya?
3)      Dalam perkiraan Anda, dengan populasi orang yang 
bekepentingan seperti itu, kira-kira berapa banyak buku yang bisa 
diserap pasar selama 12 bulan, bila kita memasarkannya hanya lewat 
jaringan toko buku?
4)      Apakah Anda memiliki forum di mana naskah tsb akan digunakan 
bila sudah terbit? (misal: "Saya adalah dosen dengan mahasiswa 50 
orang per semester, dan rekan-rekan saya juga akan memakainya") 
Bila "ya", berapa banyak Anda sendiri akan menyerap buku tersebut 
dalam setahun?
5)      Apakah akan ada event tertentu yang menciptakan momentum 
yang menguntungkan publikasi naskah tersebut. (Misal, "Bulan xxx 
tahun zzz akan ada Nasional Seminar On bla bla bla, dan buku ini 
akan di-launch di sana" atau "Saya akan melakukan in house training 
untuk 500 karyawan PT yyy, bulan bbb tahun ttt, dan buku ini akan 
dipakai sebagai panduan.")
 
4. Atas pengiriman itu, Anda akan menerima Tanda Terima, di mana 
dicantumkan formula standar yang antara lain mengatakan bahwa 
selambat-lambatnya dalam 3 bulan akan ada keputusan mengenai terbit 
atau tidaknya. Keputusan bisa cepat (7 hari kerja), bisa lambat, 
antara lain juga tergantung pada informasi-informasi (pertanyaan 1 – 
5) tsb, di samping pada tumpukan naskah yang harus kami nilai.
 
5. Bila naskah tidak akan diterbitkan, GPU akan mengirim balik 
naskah tersebut, bila disertai prangko secukupnya. Bila tidak 
disertai prangko secukupnya, atau bila dikehendaki oleh penulisnya 
untuk diserahkan kepada GPU, kami sedapat mungkin akan menjaga 
kerahasiaannya, dan tidak akan menyerahkan kepada pihak lain untuk 
diterbitkan atas nama siapa pun. Tetapi, karena secara berkala kami 
membersihkan naskah-naskah tua, selalu ada kemungkinan bahwa naskah 
seperti itu jatuh ke pihak ketiga yang tidak dimaksudkan, baik oleh 
penulis maupun GPU, dan bisa jadi pihak ketiga itu memanfaatkannya 
secara tidak bertanggung jawab, tanpa seizin penulis atau GPU. Bila 
ini terjadi, GPU tidak bertanggung jawab atas kejadian seperti itu.
 
6. Bila naskah akan diterbitkan, kirimkan data elektronik berikut 
master gambar/foto/sket. Waktu terbitnya dirundingkan. Perlu 
diketahui bahwa pada saat kami memutuskan suatu naskah akan terbit, 
kami sedang melakukan proses penerbitan naskah-naskah lain yang 
jadwal terbitnya sudah mengisi standing order mingguan ke jaringan 
toko buku untuk 2 bulan ke depan. Artinya, naskah yang baru saja 
diputuskan untuk diterbitkan itu paling cepat bisa terbit 10 minggu 
kemudian, kecuali ada kondisi khusus yang memungkinkan kami untuk 
mempercepatnya.
 
 
Hak Penulis
 
Penulis atau pemilik naskah yang naskahnya diterbitkan di GPU 
memiliki hak-hak sbb:
 
1. Royalty sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual, sebelum PPn 
sebesar 10%, kecuali bila pajak itu ditanggung pemerintah. Buku-buku 
yang pajaknya ditanggung pemerintah adalah buku-buku yang 
dimaksudkan untuk pengajaran. Buku-buku yang termasuk "hiburan" 
(novel misalnya) dikenai PPn 10%.
 
2. Pada saat penandatanganan kontrak kerjasama penerbitan, atau 
selambat-lambatnya tigapuluh hari setelahnya, diserahkan uang muka 
25% (dua puluh lima persen) dari total royalty. Sisanya dibayarkan 
per semester (pada bulan Februari dan Agustus) sesuai dengan 
penjualan pada semester yang sudah berjalan.
 
3. Pembayaran royalty ini dikenai PPh sebesar 15%.
 
4. Diskon otomatis sebesar 20% dari harga jual, untuk pembelian 
langsung kepada GPU, secara tunai, sebanyak 1 – 99 eksemplar; diskon 
25% untuk sebanyak 100 – 199 eksemplar; dan diskon 30% untuk 
pembelian 300 eksemplar ke atas.
 
5. Berhak atas informasi mengenai jumlah cetakan, jumlah penjualan, 
jumlah stock fisik di gudang, harga jual, rencana cetak ulang, dan 
bila muncul keraguan atas informasi itu berhak menggunakan Akuntan 
Publik untuk memverifikasi/memfalsifikasi informasi tersebut.
 
6. Hak dan kewajiban secara lebih terperinci diatur dalam kontrak 
standar.
 
Penting! Hindarilah:
1. Plagiat/pelanggaran hak cipta
2. Fitnah/pelecehan terhadap pihak lain
 
Tertarik untuk mencoba menerbitkan naskah anda? Kami tunggu!
 
 
 
PT Gramedia Pustaka Utama
Gedung KOMPAS Gramedia Unit II lt. 6, Jl. Palmerah Selatan 24-26, 
Jakarta 10270
Telp. 5480888, 5483008, ext. 3202, 3206, 3200, 3231. Fax: 5300545
 

Jumat, 14 Oktober 2011

KUPINANG KAU DI PINTU GAZA

Cerpen ini tidak lolos di Lomba Cerpen Untuk Palestina FLP Depok

Rambut ikalnya kelihatan semrawut saat dia melepas helmnya. Sejenak dia merapikannya dengan jemari tangannya. Senyum lebar tak pernah absen menghias wajahnya. Aku menatapnya, mengamati tingkah lakunya yang seperti biasa selalu terlihat jenaka. Setelah memarkir sepeda motor di area parkir Rumah Sakit Dr. Soetomo, dia pun menghulurkan tangannya ke arahku. Aku yang masih duduk di atas sepeda motorku tidak bergeming.
”Kutunggu kau ! Besok !” serunya bersemangat sambil meraih tangan kananku dan menjabatnya dengan sangat erat.
”Insya Allah ...” sahutku sambil mengembangkan senyum lega Sebuah jawaban dari perbincanganku dengannya kemarin.
”Segera ! Atau dia akan kuserahkan pada yang lain. ”
Sahabat di hadapanku itu tiba-tiba terbahak dan memelukku dengan hangat.
”Jangan sampai terlambat. Aku hanya mau kamu yang jadi saudaraku, ” bisiknya kemudian sambil menepuk-nepuk punggungku.
”Insya Allah. Amin. Amin.”
Salim melepaskan pelukannya dan menepuk-nepuk pipiku. Dia pun segera berlalu dari hadapanku dan melangkah lebar menyusuri koridor Rumah Sakit.
Aku mendesah panjang. Tentu saja aku tidak akan menolak permintaan Salim, untuk segera ke rumahnya. Lelaki yang begitu kukenal, sejak masih di bangku kuliah. Bahkan seraut wajah lembut yang mirip Salim, selalu mendominasi hatiku bila berada di dekat Salim. Mengingatnya, selalu membuat jantungku tiba-tiba menghangat. Halimah. Dan, kemarin aku sudah tidak dapat membendung perasaanku. Aku mengutarakannya pada Salim, untuk meminang Halimah.
Sosok Salim telah menghilang. Aku turun dari sepeda motor dan merasakan handphoneku bergetar. Sebuah pesan pendek. Dari Mbak Hesti. Memintaku datang secepatnya ke rumah ibu. Sepertinya aku harus mempercepat wawancaraku hari ini dengan Ketua Tim Dokter yang akan mengirimkan anak buahnya ke Gaza, dua hari lagi.
OoO
Mbak Hesti duduk tepekur di hadapan ibu. Dia tidak berani mengangkat wajahnya sejak
tadi, tapi nafasnya yang tidak teratur menunjukkan dia telah menangis cukup lama. Ibu juga tidak banyak bicara, hanya sesekali meminum teh hangat buatan Mbak Hesti. Bau minyak kayu putih masih mendominasi ruangan. Sesekali Mbak Hesti memijti kaki ibu yang berselonjor, berusaha memberikan kenyamanan. Sebelum Mbak Hesti mengirim pesan tadi, ibu ditemukannya pingsan di dekat telepon.
”Ibu tidak tahu lagi harus bilang apa, Heru ...” keluh ibu, sambil menyandarkan bahunya di sandaran ranjang, ”Entah apa rahasia Allah dengan memberi keluarga kita cobaan seperti ini. Ini sudah yang ketiga.”
Mbak Hesti bereaksi. Dia menyusut air matanya dengan ujung kerudungnya.
”Mungkin belum jodoh Mbak Hesti, Bu. ” sahutku parau.
Aku bisa merasakan kesedihan Mbak Hesti. Bukan salahnya, bila untuk yang ketiga kalinya, calon besan tiba-tiba membatalkan lamaran.
”Apa yang kurang dari Hesti, Heru. Hidupnya sudah mapan. Suami tinggal datang saja, beres. Apa yang diinginkan lagi dari Hesti ?”
Aku hanya diam. Bukan saatnya membantah ibu yang sedang berusaha menekan emosinya. Calon besan yang memutuskan lamaran via telepon, tentunya bukan hal yang diharapkan oleh siapapun.
Mbak Hesti terisak. Memang tidak ada yang kurang pada diri Mbak Hesti. Dia seorang dokter yang sudah mapan. Muslimah yang sholihah. Wajahnya pun manis, dan postur tubuhnya tentu saja standar. Namun, tahun ini dia sudah berusia empat puluh tahun. Waktunya habis dengan tiga kali lamaran yang selalu gagal. Sementara Asna, putri kedua ibu sudah mempunyai dua anak. Dan aku, si bungsu yang sebentar lagi .... Ah, haruskah aku menepis jauh-jauh Halimah dari benakku ?
Aku meraih handphone, menghubungi Salim. Hari ini dan besok, bukan hari yang tepat untuk meminang Halimah. Aku tidak sanggup mengutarakannya pada ibu dan mBak Hesti. Tapi, dua hari lagi, gadis itu akan berangkat ke Gaza, entah kapan dia akan kembali.
OoO
Bersimpuh di kaki ibu, sungguh menguras air mata. Beliau pun berat berkata-kata, hanya mampu mengelus-elus kepalaku.
”Hati-hati di sana, ya Heru ....” ucapnya parau.
Aku memeluknya erat, dan menciuminya penuh kasih.
”Doakan Heru, ya Bu ....”
”Selalu, Heru. Selalu, ibu mendoakan kalian, anak-anakku. Apapun cita-cita kalian, ibu selalu mendukung, apapun resikonya. ”
Aku memeluk tubuh renta itu semakin erat.
”Heru juga minta ijin sama ibu, Heru akan meminang dan menikahi Halimah di sana....”
Ibu tergugu. Tangisnya semakin menderas hingga mengguncang tubuhnya. Aku mendengar suara Mbak Hesti bangkit dari kursi dan meninggalkan kami berdua.
”Kamu tidak .... menunggu Hesti menikah dulu ?”
Aku menggeleng.
”Maafkan Heru, Bu. Tekad Heru sudah bulat, Heru akan menikahi Halimah di sana.”
”Tunggulah Hesti, nak. Kasihan dia .....”
Suara ibu semakin parau. Aku memeluk ibu, semakin erat dan semakin erat. Entah kenapa, aku merasa waktuku begitu sempit. Seolah tidak akan ada waktu lagi untuk menikahi Halimah. Halimah sudah berangkat ke Gaza kemarin, bersama Salim dan rombongan dokter lain dari Bulan Sabit Merah. Aku akan berangkat dengan kapal kedua hari ini. Sebuah misi besar untuk negeri yang selalu menjadi negeri kedua di hati kami. Maafkan aku, Mbak Hesti.
OoO
Mbak Hesti mengantarku sampai ke dermaga. Dia menggandeng tanganku erat, seperti saat dia dan aku berangkat sekolah dulu. Dia selalu khawatir aku akan menyeberang jalan tiba-tiba, kala itu. Kali ini, aku benar-benar akan menyeberang jauh. Aku meremas tangannya, dingin.
”Aku berharap, kamu berangkat ke Gaza bukan karena Halimah, ” ucapnya sambil menatapku sekilas.
”Andai Halimah tidak berangkat ke Gaza pun, aku akan tetap meminangnya, Mbak, ” balasku sambil tersenyum.
”Luruskan niatmu, atau kamu tidak akan mendapat apa-apa, selain Halimah. Gaza itu tak pernah bisa diduga. Jadi kepergianmu ke sana, kami selalu siap kau tak kembali ....”
Aku tersenyum, berusaha meningkahi dadaku yang bergemuruh. Mbak Hestiku yang sholihah. Kenapa para lelaki itu tak pernah bisa melihat ke dalam hatinya ? Kalau saja Salim belum menikah, aku akan melamar Salim untuk mBak Hesti.
Bahkan, aku belum bisa seperi mBak Hesti. Selalu membersihkan hatinya, walau kepada calon-calon suaminya yang telah memutuskan untuk tidak menikahinya. Tapi bayang-bayang Halimah begitu kuat mendominasi hatiku, sungguh sulit untuk kubuang jauh. Aku tidak ingin Salim menyerahkan adiknya pada yang lain. Aku akan mengejarnya sampai ke pintu Gaza dan akan menikahinya di sana.
Dan Allah mengabulkan doaku. Entah kenapa, tiba-tiba wartawan yang seharusnya ditugaskan meliput misi kemanusiaan ke Gaza tiba-tiba terserang demam berdarah. Mendadak, tugas itu dilimpahkan padaku. Ini pasti jawaban dari Allah atas doa-doaku selama ini. Doa agar dimudahkan dan dilapangkan jalanku untuk menggenapkan separuh agamaku.
Kapal pun meninggalkan dermaga. Aku melambai pada sosok Mbak Hesti, yang tampak berdiri rapuh di antara kerumunan para pengantar. Mbak Hesti membalas lambaianku. Kerudung lebarnya berkibar-kibar tertiup angin. Dia menyusut air matanya berkali-kali dengan sapu tangan pemberianku Aku tidak tahu, apakah dia menangis karena kepergianku, atau karena aku akan menikah lebih dulu dari dia. Sepulangku dari Gaza, aku bertekad mencarikan jodoh buat Mbak Hesti, yang tidak akan membatalkan lamaran begitu saja lewat telepon. Insya Allah.
OoO
Pemandangan setiap hari hanya laut dan laut. Beberapa liputan sudah kukirim ke kantor. Teman-teman wartawan mengontakku tiga kali sehari, seperti makan obat saja. Tapi Salim, mengontakku lebih dari lima kali sehari. Terbayang di pelupuk mataku, Halimah yang tidak pernah lepas dari sisi kakaknya. Tak sabar rasanya ingin segera sampai di Gaza.
”Kapan kapalmu yang lambat itu akan menyusul kami ?” godanya dari seberang sana.
”Tenang, Salim. Aku tidak akan ketinggalan kamu di pintu Gaza. Aku akan menepati janji. ”
”Tentu saja, kamu harus menyusul kami. Kalau tidak, dia akan kuserahkan pada yang lain. ”
Salim terbahak di ujung sana. Suaranya bercampur dengan deru angin. Aku tidak bisa mengontak dia setelah itu. Kabarnya, kapal yang ditumpangi Salim dua hari lagi akan sampai di perairan Gaza.
Malam itu ada kegaduhan. Aku yang baru saja mengirimkan laporan ke kantor, bergegas berlari ke geladak. Seruan takbir membahana di seluruh penjuru kapal. Aku tidak melihat apa-apa di lautan, selain pekatnya malam.
”Kapal saudara kita diserang Israel !” teriak salah seorang dalam bahasa Arab.
Teriakan takbir bergema kembali. Semua bersiaga, kalau-kalau kapal kami pun akan diserang. Kapten kapal sibuk dan tiap Ketua Tim dari berbagai negara sibuk memberikan komando pada bawahannya. Aku bergegas mempersiapkan kamera, dan sebuah reportase singkat. Ini berita ekslusif, walau tidak terjadi di kapalku.
Aku mengontak Salim, tapi tidak berhasil. Kekhawatiran menyelimuti wajah-wajah penumpang kapal. Menjelang siang, kami pun menerima kabar. Kapal yang ditumpangi Salim telah diserang pasukan Israel. Kapal itu kini dipaksa meninggalkan perairan Palestina. Beberapa orang ditawan dan kapal itu sebagian besar berisi jenazah para korban serangan. Belum ada berita siapa saja yang telah menjadi korban Zionis biadab itu.
OoO
Sebuah titik hitam itu semakin lama semakin jelas. Kapal yang kembali dari perairan Palestina. Takbir kembali bergema di seantero kapal. Sekoci segera diturunkan. Alhamdulillah, aku terpilih untuk mensurvey kapal. Bergegas aku naik ke dalam sekoci dengan gemuruh di dada yang tak kunjung berhenti.
Jenazah demi jenazah aku periksa. Tak ada satupun jenazah Salim dan Halimah. Aku sedikit lega. Lalu aku menemui kapten kapal, hendak bertanya siapa saja yang ditawan. Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara dari dalam kabin, tempat beberapa awak kapal yang terluka sedang dirawat.
”Salim ...” ucapku gemetar melihat sosok bersimbah darah itu..
Aku memeluk tubuh gagah yang kini tergeletak tak berdaya di atas ranjang. Darah berceceran di mana-mana. Perutnya terkena tembakan.
”Heru .... ” ucapnya gembira melihatku.
Bagaimana mungkin dia begitu gembira dengan rasa sakitnya yang hebat seperti itu ?
”Salim .... alhamdulillah, kamu selamat. Alhamdulillah ...”
”Maafkan aku, Heru. ”
”Ya, kawan. Maafkan aku juga. ”
Aku menahan sekuat tenaga agar air mataku untuk tidak tumpah. Melihat kondisi
lukanya, aku tidak yakin Salim bisa bertahan.
”Kamu terlambat.... Aku sudah mengantar Halimah pada yang lain ....”
Jantungku berdegup kencang. Halimah ? Bagaimana dia ? Aku menggenggam jemari Salim yang sudah dingin.
”Dia sudah pergi. Dan aku akan mengantarnya. Allahu Akbarrrr !!!”
Salim memegang erat tanganku. Dan kulihat senyum indah mengembang di wajahnya, seperti hari-hari yang lalu.
”Salim .....Innalillahi wa inna ilaih roji’un ....”
Aku tergugu di sebelahnya. Tangan kekar itu terkulai sudah. Lelaki itu telah pergi, memenuhi cita-citanya. Beberapa orang mengotong jenazah melewati kabin.
”Di sini, letakan dulu di sini. Itu kakaknya.” ucap seseorang.
Jenasah yang digotong itu pun dijejerkan dengan jenazah Salim. Masih bersimbah darah di bagian lehernya. Aku tertegun. Wajah lembut Halimah tersenyum manis. Senyum yang di masa lalu telah begitu kuat menggetarkan relung hatiku.
Senyum jenazah kakak beradik itu begitu menggetarkan kalbuku hingga aku terduduk lemas. Bahkan tak sanggup lagi bersuara dalam tangisku. Ya Allah, aku tiba-tiba merasa begitu hina. Bukan hina karena telah kehilangan sahabat dan wanita yang kuidamkan menjadi pendampingku. Bukan karena harapanku untuk meminang gadis itu di pintu Gaza telah lenyap. Tapi aku merasa begitu hina di hadapan dua jenazah yang berhati mulia ini. Mereka telah menjemput syahid, sementara aku masih terkungkung dengan jeratan hatiku sendiri.
Salim benar-benar memenuhi janjinya. Dia adalah lelaki yang tak pernah ingkar janji. Bahwa bila aku terlambat, dia akan mengantar Halimah pada yang lain. Ya, dia telah mengantar Halimah, pada Zat yang lebih mencintai muslimah itu.
Aku melangkah terhuyung menuju geladak. Dengan gemetar, kekeluarkan handphone. Aku harus menghubungi mBak Hesti.
”Mbak .... bantu aku meluruskan hati ini.....” bisikku.
OoO

PENGANTIN PAWANG HUJAN

Cerpen ini tidak lolos di Lomba juga, tapi aku lupa lomba apa .. hehehe

Kang Sukardi punya hajat besar-besaran. Menikahkan putri semata wayangnya yang baru saja lulus kuliah. Di desa Meranti, hanya Wulan Sukardi saja yang kuliah sampai lulus dan menjadi sarjana. Dia adalah anak desa Meranti pertama yang mengharumkan nama desanya, juga nama bapaknya.
“Tidak sia-sia aku menjual sawah warisan kakekku di lereng bukit sana, Nik !” ujar Kang Sukardi pada istrinya. Telunjuk tangannya mengarah ke arah lereng bukit yang tidak jauh dari desa Meranti. Seorang pengusaha dari kota telah membeli sebagian besar sawah-sawah di lereng bukit milik penduduk di desa Meranti. Pengusaha itu menanaminya dengan pohon sengon.
“Iya, kang. Tidak apa-apa walaupun kita tidak punya sawah yang luas seperti dulu, yang penting Wulan bisa kuliah dan jadi sarjana ! Anak kita sudah jadi orang pintar, Kang !” sahut Ninik antusias, dengan raut wajah gembira.
Kang Sukardi mengangguk-angguk bangga. Pandangannya lalu beredar ke seluruh penjuru halaman rumahnya yang cukup luas.
Tiga hari lagi, perhelatan pernikahan Wulan akan digelar besar-besaran. Semua warga desa diundang oleh Kang Sukardi. Diniatkannya sekalian syukuran atas kesuksesan anaknya. Apalagi calon suami Wulan bukan orang biasa. Dia seorang lelaki ibukota yang katanya punya pabrik kardus. Untuk acara pernikahan nanti, lelaki itu telah memberikan uang belanja yang membuat mata Kang Sukardi membelalak, hidungnya kembang kempis, dan dadanya membusung. Ternyata, dia tidak salah menyetujui lelaki gagah itu hendak mempersunting anaknya. Lelaki itu benar-benar siap membahagiakan anaknya. Bahkan kabarnya, dia sudah membeli sebuah rumah yang kelak akan ditinggalinya bersama Wulan setelah menikah. Siapa bapak yang tidak bangga punya calon menantu seperti dia.
“Kang Kardi, kursi dan tendanya sudah datang !” teriak seorang tetangganya.
Kang Sukardi melihat sebuah truk memasuki halamannya. Muatannya penuh dengan kursi dan tenda yang disewanya untuk acara pernikahan putrinya. Senyumnya pun mengembang. Beberapa tetangga, tanpa dikomanda langsung bergotong royong menurunkan kursi. Sebagian sibuk membantu memasang tenda. Mereka tidak minta upah. Cukup seporsi makan siang dengan menu yang jarang dijumpai sehari-hari, segelas kopi dan sebatang rokok. Ibu-ibu sekampung sudah sibuk memasak sejak kemarin, dan siapa saja yang membantu persiapan pernikahan Wulan, dipersilahkan makan gratis di rumah Kang Sukardi. Dua ekor sapi milik Kang Sukardi sudah siap berkorban besok pagi. Kemeriahan sebuah pesta pernikahan, diukur dari jumlah sapi yang disembelih.
OoO
Seharian ini Wulan diperlakukan seperti Ratu. Tidak satupun pekerjaan diperkenankan oleh kerabatnya untuk dilakukannya. Meskipun itu hanya sekedar menyeduh teh.
Aku sedang dipingit … Sebuah pesan pendek pun terkirim ke Husin, sang calon suami yang juga sedang dipingit di rumah Bu De Win sejak kemarin.
Wulan menanti jawaban dengan berdebar. Semoga di sore yang masih terik ini, Husin tidak sedang tidur pulas.
Kasihan. Aku mau nanya, apa memang di desa ini tidak pernah hujan ? Sekarang musim hujan, tapi panasnya minta ampun …
Wulan tersenyum mendapat balasan dari Husin. Sama seperti Husin, Wulan pun merasakan kegerahan yang sama.
Tampaknya para sesepuh melancarkan jurusnya. Menghalau hujan agar menjauhi desa ini. Yah … supaya acara pernikahan kita berjalan lancar.
Wulan tertegun sendiri setelah pesan singkat terakhir terkirim. Di beberapa pojok rumahnya, sudah tersedia beberapa sesaji. Sesisir pisang dan sebutir kelapa. Untuk tolak bala katanya. Memang pisang dan kelapa bisa mengusir bahaya ? Kalau bahaya kelaparan iya.
Wulan lalu bangkit dari ranjang dan keluar dari kamarnya. Beberapa wanita berlalu lalang di dalam rumah. Bau kemenyan menyengat dari arah dapur. Wulan hanya bisa geleng-geleng kepala. Untuk hal seperti ini, ayah dan ibu tidak akan mempan dengan masukan seperti apapun.
“Apa itu Bu Dar ?” tanya Wulan pada salah seorang tetangganya yang membawa sebuah nampan yang berisi beraneka macam masakan. Di belakang Bu Dar ada empat ibu-ibu tetangganya, masing-masing membawa nampan yang sama.
“Kiriman untuk Kang Mo. “
“Siapa Kang Mo ?”
“Sudah jangan banyak tanya. Yang penting acara pernikahan kamu berjalan lancar. Tidak hujan. Sudah, masuk sana !”
Wulan diam. Namun sejurus kemudian, dia menghentikan langkah Bu Dar.
“Sebentar, Bu Dar. Saya lapar. Minta ayam gorengnya satu ya ? Terus pisangnya. Sama perkedelnya juga. “
“Wulan ! Jangan !”
Tapi Bu Dar kalah gesit. Wulan sudah mengaduk-aduk isi tumpeng itu dan membawa beberapa makanan ke kamarnya.
OoO
Hujan turun dengan deras sejak selepas Isya’. Bahkan diiringi petir dan kilat menyambar-nyambar. Wulan mendengar hiruk pikuk orang di dapur yang kewalahan karena sebuah tenda di dapur rubuh.
“Pasti karena sesajinya kumakan tadi. Habis …. Lapar !” gumam Wulan sambil cekikikan.
Wulan … barusan Bu De didatangi Kang Mo. Katanya, aku penyebab hujan lebat ini. Kok bisa ?
Wulan terperangah membaca pesan singkat Husin.
Memangnya apa yang dikau lakukan sejak tadi sore ? Kupikir aku penyebabnya, karena tadi sore sesaji untuk Kang Mo kumakan …
Husin menjawab dengan cepat. Sejak sore aku kegerahan, makanya aku terus tilawah sampai maghrib. Memangnya tilawah bisa mendatangkan hujan ? Setahuku sholat istisqo’ itu yang tujuannya minta hujan. Bu De melarangku tilawah.
Wulan tepekur.
Aku yakin … dikau malah semakin melakukannya kan ?
Wulan mendengar keributan di luar kamarnya. Dia bergegas keluar kamar. Bapak dan ibunya tampak panik.
“Sudah … cepat berangkat ke sana. Kalau tidak, bisa-bisa kampung kita banjir !”
“Berangkat ke mana, Pak ?” tanya Wulan spontan.
Kang Sukardi dan istrinya terkejut melihat Wulan yang muncul tiba-tiba. Mereka menjadi salah tingkah.
“Kamu di kamar saja, Wulan. Cepat tidur dan besok bangun pagi. Periasnya akan datang sesudah subuh. Cepat masuk !” perintah ibunya.
Tapi Wulan sudah bisa membaca situasi kepanikan yang sedang terjadi di rumahnya. Beberapa sesaji tampak disiapkan kembali. Wulan masuk ke dalam kamarnya, tapi memasang telinganya dengan tajam.
Apa yang harus aku lakukan ? Aku tidak ingin kemusyrikan menghiasi pernikahan kita. Mereka kembali mengirim sesaji ke Kang Mo untuk menghentikan hujan. Bahkan… harus menambah biaya yang lebih besar lagi. Karena kegagalan sore ini adalah ulah klien ????
Tilawah. Jawaban pendek Husin menenangkan hati Wulan. Dia segera mengambil wudhu dan meraih mushafnya.
OoO
Akad nikah berlangsung di pagi yang cerah, disinari matahari yang turut bergembira. Tanah becek tidak menjadi halangan bagi para undangan untuk hadir dan memberikan doa keberkahan bagi kedua mempelai. Semua orang yang panik semalaman, tersenyum bahagia, walau wajah-wajah lelah tidak bisa dihapus begitu saja.
Akhirnya Wulan dan Husin tidak perlu lagi berbincang lewat handphone. Mereka sedang asyik bercanda di kamar pengantin mereka dan sesekali tersipu karena digoda oleh beberapa kerabat yang melongok ke dalam kamar.
Pesta pernikahan akan digelar selepas maghrib. Dan sepanjang siang, matahari bersinar cerah, memberikan harapan yang cerah juga bahwa nanti malam acara akan berlangsung meriah.
“Aku mau mandi. Gerah. Apalagi ba’da asar kita akan didandani lagi. Abang tidak mandi ?”
“Kamu dulu, setelah itu aku. “
Hujan tiba-tiba datang selepas Husin dan Wulan mandi. Keributan kembali terjadi di luar kamar pengantin mereka.
“Sepertinya, setiap hujan turun … di desa ini selalu ribut ya ? “ canda Husin.
Wulan tersenyum. Sebuah ketukan di pintu kamar mengurungkan niat keduanya untuk berkenalan lebih jauh. Wulan bangkit membuka pintu.
“Wulan ! Kamu tadi mandi ya ?” tanya ibunya dengan nada tinggi.
“Iya. Katanya ba’da asar mau dirias. “
“Kamu ini bagaimana ? Gara-gara pengantinnya mandi, hujan turun lagi !”
Husin hampir saja terbahak, tapi segera ditahannya.
“Kok bisa ?” tanya Wulan heran.
“Pengantin tidak boleh mandi sampai acara selesai !” teriak beberapa kerabat yang berdiri di belakang ibunya.
“Hiih .. bau dong ! Lagipula hawanya gerah ! “
Ibu mendesak masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.
“Wulan … Husin. Ibu minta tolong. Satu kali ini saja. Ibu tidak peduli kalian mau menganggap ibu ini apa. Tapi tolong jangan membuat bapak dan ibumu ini malu.
Sekarang, mana celana dalammu Wulan. “
“Celana dalam ?”. Wulan menoleh ke arah suaminya.
“Celana dalam yang kaupakai sebelum mandi. Celana dalam diikat di sapu lidi dan dilempar ke atas genteng. Hanya itu satu-satunya cara menghentikan hujan. Ayo cepat mana celana dalammu !”
Husin segera bangkit dari duduknya.
“Bu … saya punya cara yang lebih ampuh !” ucap Husin sopan.
OoO
Semua tetangga, kerabat, dan ibu-ibu yang sibuk di dapur tampak bersih karena sudah mandi dan berwudhu, lalu melaksanakan sholat Asar berjamaah yang diimami oleh Husin.
Hujan perlahan berhenti dan matahari kembali bersinar selepas doa panjang yang dilantunkan Husin dan diamini oleh semua jamaah.
“Husin … ternyata kamu lebih sakti dari Kang Mo, “ kata Kang Sukardi sambil menepuk pundak menantunya.
“Ah, bapak ini bisa saja. Bukankah tadi kita semua yang berdoa supaya Allah memberikan kemudahan dan kelancaran acara kita ini. Ya kan Pak ?”
“Tidak, Nak. Kamu memang tidak ada duanya. Bapak bangga padamu, “ ucap Kang Sukardi lagi, sambil tersenyum bahagia.
“Pak … sebenarnya, yang membuat acara menjadi tidak lancar dan banyak kendala adalah diri kita sendiri, Pak. “
“Masa ?”
“Iya Pak. Selama ibu-ibu itu memasak di dapur, apa mereka pernah meninggalkan semua kesibukan itu untuk sholat ? Bahkan suara adzan saja tidak terdengar karena suara musik yang keras, kan Pak ? Dan juga, banyak makanan yang mubadzir tidak dimakan, seperti pisang dan kelapa yang ada di pojok-pojok rumah. Itu yang menyebabkan acara kita kacau, Pak !”
Kang Sukardi mengangguk-angguk. Dia semakin bangga pada menantunya.
“Hei … Bu Dar ! Nanti kalau anakmu kawin, tidak perlu repot-repot ! Ada menantuku yang pandai ini !” teriak Kang Sukardi pada Bu Dar.
Husin dan Wulan geleng-geleng kepala. Tidak mudah memang untuk merubah mereka. Tapi bukankah perubahan harus dimulai saat ini, dari diri sendiri dan dari hal yang paling kecil ? Wallahu ‘alam bishowab.
OoO

SERIBU PURNAMA

Coba-coba bikin puisi, ternyata gak lolos juga di Lomba Puisi Ramadhan

Asa melompat jauh tak terkira
Berharap pada hujan cahaya yang akan segera tiba
Sementara tubuh telah lunglai
Ditingkah akal yang telah limbung
Disela oleh jiwa yang telah luruh

Sebelah kaki telah siap menapak
Di sebuah bulan yang penuh cahaya
Mengharap saat rembulan itu tiba
Menyiram bumi dengan seribu purnama
Menyelimutinya dengan Rahmat Penciptanya

Sungguh usia tidak akan pernah sampai
Sepanjang seribu purnama
Lalu kemana kaki akan melangkah
Kalau tidak di bulan yang penuh mulia

Berharap menjelajahi seribu purnama
Dengan menghampar doa seluas semesta
Dalam sebuah malam yang indah
Semoga kelak bisa mengukir cahaya
Dan berkumpul bersama Makhluk paling mulia

RUMAH IMPIAN

Cerpen dan puisiku ini tidak lolos di Lomba JUARA Group Taman Sastra

Rumah berlantai dua adalah rumah impian Karina. Dengan tangga berpagar menuju lantai dua. Hanya ada satu kamar di lantai dua, yaitu kamar Karina. Kamar Dian, Meta dan Nurin harus di lantai bawah. Karina tidak mau lagi tidur satu kamar dengan salah satu dari ketiga kakak perempuannya yang menurutnya sangat bawel.
Hafsa hanya geleng-geleng kepala setiap mendengar rengekan Karina. Bagaimana mungkin dia memenuhi keinginan si bungsu dalam sekejap mata. Kalau dia merengek-rengek meminta dibelikan es lilin, dalam tiga menit Hafsa sudah bisa mendapatkannya di tetangga sebelah.
“Karina, membeli rumah tidak seperti membeli es, sayang. Harganya mahal. “ kata Hafsa berusaha meredam rengekan Karina.
Sepulang sekolah, dia kembali merengek minta pindah ke rumah berlantai dua.
“Ayolah, Bu …kita pindah ke rumah tingkat. Ayo buuuu…” rengeknya, masih dengan seragam, tas dan sepatu masih melekat di tubuhnya.
“Karina, ibu kan sudah mengatakan berkali-kali. Kita tidak akan pindah rumah. Rumah kita ini baru saja lunas. Tidak lucu kalau kita harus pindah rumah, kan ?”
“Tapi aku mau rumah yang berlantai dua. Seperti rumah Kiki dan Endah, buuu.”
Hafsa geleng-geleng kepala. Percuma memberi pengertian pada anak berumur tujuh tahun. Mana peduli dia dengan cicilan rumah yang baru saja lunas. Apa pentingnya bagi dia merasa lega sudah tidak punya hutang lagi. Bagi dia, apa yang dia inginkan haruslah terwujud seketika itu juga.
“Ayoo buu…. Aku mau kamar sendiri. Aku tidak mau lagi satu kamar sama Kak Dian. Apalagi sama Kak Nurin atau Kak Meta. Mereka semuanya cerewet !”
“Sudah. Sebaiknya kamu ganti baju dulu. Tasnya disimpan di lemari. Sepatunya diletakkan di rak sepatu. Setelah itu makan. Ibu masak semur tahu kesukaan kamu.”
“Tapi ibu janji dulu. Kita harus pindah ke rumah tingkat !”
Hafsa mengangguk.
“Benar bu ?” tanya Karina dengan wajah sumringah.
“Ibu janji untuk membicarakannya dengan ayah. Bagaimana ?”
“Oke !”
Dan tubuh lincah Karina berlalu dari hadapan ibunya sambil melompat-lompat kegirangan.
OoO
Hafsa tidak mau memberi harapan pada Karina. Gadis kecil itu akan menagih terus menerus sampai keinginannya terpenuhi. Hafsa khawatir bila dia tidak bisa memenuhinya, maka gadis itu akan sangat kecewa.
“Sebenarnya apa yang menyebabkan dia begitu antusias untuk tinggal di rumah tingkat ?” tanya Andri pada Hafsa.
Hafsa menatap wajah suaminya. Rupanya Karina sudah mendahuluinya berbicara masalah rumah tingkat itu. Hafsa memang belum menyampaikan keinginan Karina, karena dia tidak ingin membebani suaminya dengan permintaan konyol anaknya. Lelaki itu sudah begitu lelah di kantor. Dia benar-benar ayah yang bertanggung jawab pada keluarganya. Beberapa tahun terakhir dia sering lembur, hanya untuk mengejar gaji tambahan. Melunasi cicilan rumah sebelum jatuh tempo adalah target utamanya. Karena jauh hari sebelumnya dia sudah memperhitungkan, bila dalam beberapa tahun masih harus menanggung cicilan rumah, maka biaya sekolah anak-anak akan masuk ke dalam daftar hutang baru.
“Ah, biasa anak kecil, Mas. Apa yang dimiliki temannya, dia pasti menginginkannya juga. Tidak usah terlalu dipikirkan. “ sahut Hafsa sambil merebahkan kepalanya di lengan suaminya.
Hari sudah menjelang tengah malam. Saatnya Hafsa bercengkerama dengan suami tercinta. Anak-anak sudah terlelap sejak satu jam yang lalu. Walaupun didahului dengan rengekan Karina yang tidak mau seranjang dengan Meta, kakaknya yang sudah duduk di bangku SMU.
“Sudah berapa lama dia merengek minta pindah ?” tanya Andri.
Hafsa mengernyitkan kening. Dia tidak menyangka, suaminya masih memikirkan Karina.
“Tidak usah dipikir, Mas. Lama-lama Karina juga akan lupa. “
“Tidak, dik. Karina itu tidak seperti Meta, Dian atau Nurin. Kalau dia punya keinginan dan tidak kita penuhi, dia pasti sakit. “
Hafsa bangkit dari tidurnya, lalu duduk menghadap suaminya.
“Mas, kita jangan berpikiran seperti itu. Kalau kita berpikiran dia akan sakit kalau tidak kita turuti keinginannya, dia akan benar-benar jatuh sakit. Lagipula, yang dia minta itu rumah. Ini tidak sama dengan mainan atau makanan, Mas. Mas tahu sendiri bagaimana akhirnya rumah ini bisa lunas. Aku tidak mau Mas lembur lagi, hanya karena menuruti keinginan konyol Karina. Mas sampai kena paru-paru basah kan ? Tolong dipikir sampai ke sana, Mas …..”
Andri meraih tangan istrinya, lalu meremasnya dengan lembut. Senyum mengembang di wajah lelahnya.
“Dik … apa kamu ingat terakhir kali Karina diopname ? Sakit apa itu ? Maag ?”
Hafsa geleng-geleng kepala mengingat kejadian delapan bulan yang lalu itu. Masa-masa sulit bagi keluarga mereka. Karina tinggal tulang berbalut kulit, karena setiap makanan yang masuk ke mulutnya langsung dimuntahkan begitu saja. Sementara Meta sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir.
“Waktu itu … dia sangat menginginkan sebuah rumah boneka yang dilihatnya di supermarket. Kita sengaja tidak membelikannya. Selain harganya sangat mahal, dia juga sudah mempunyai rumah boneka yang ukurannya lebih kecil. “
“Mas ….”
“Sepertinya, Karina sangat tertarik dengan arsitektur. Dia selalu menginginkan rumah yang terbaik. ”
Hafsa kembali geleng-geleng kepala. Kalau menyinggung masalah arsitektur, maka itu adalah cita-cita Andri yang tidak pernah kesampaian. Gawat. Sang ayah ini akan melakukan apa saja demi mewujudkan garis bakat itu pada putrinya.
“Mas …. Hafsa itu masih kecil….”
Andri menatap istrinya. Mengecup keningnya dengan mesra, lalu keluar dari kamar.
“Mas mau kemana ?”
“Aku mau melihat Karina. “
Hafsa mendesah. Melihat wajah polos Karina saat tidur, pasti bisa meluluhkan hati siapa saja. Tapi sejurus Andri kembali masuk ke dalam kamar dengan wajah tegang.
“Karina tidak ada di kamar !” pekiknya panik.
OoO
Karina ditemukan oleh seorang tukang bakso, lima puluh meter dari rumahnya. Tukang bakso itu yang menghentikan langkah Karina. Gadis itu berjalan sambil tidur.
“Terima kasih, Pak !” ucap Andri terbata pada tukang bakso itu.
Hafsa tak henti-hentinya menciumi gadis kecilnya sambil berurai air mata. Sementara Meta dan Dian masih mengucek-ucek kedua matanya, berusaha melek.
“Kamu bagaimana Meta ? Masa tidak tahu kalau adiknya keluar kamar ?” tanya Andri pada gadis sulungnya.
Ketiga anak gadis Hafsa akhirnya kehilangan kantuk dengan terpaksa, gara-gara adik bungsu mereka.
“Mana Meta tahu, Yah ? Bukankah sudah lama Karina tidak seperti ini …” sahut
Meta sambil mengusap-usap kepala Karina yang masih terlelap di pangkuan Hafsa.
Andri mendesah panjang. Sejak Karina berusia empat tahun, dia kerap berjalan sambil tidur. Tapi, biasanya dia berjalan menuju kamar ayah dan ibunya. Andri dan Hafsa semula mengira hal ini disebabkan Karina belum mau berpisah tempat tidur dengan ibunya. Tapi setelah kejadian malam ini, Andri dan Hafsaf berpikiran lain.
“Mas … kata tukang bakso tadi, dia menghentikan Karina di depan pintu gerbang rumah Endah. Dia mau masuk ke rumah Endah… “ kata Hafsa pada suaminya.
“Siapa Endah itu ?”
“Teman sekolahnya. Karina sangat ingin punya rumah seperti rumah Endah.”
Andri diam. Matanya menerawang ke langit-langit rumah. Pikirannya kembali ke ujung jalan tadi, tempat mereka menemukan Karina, di depan sebuah rumah berlantai dua.
“Rumah tingkat itu ?”
Hafsa mengangguk. Karina mengerang, membuat semua perhatian tertuju padanya.
“Mbak Met ….pipis…..” ucapnya masih dengan mata terpejam.
Meta bergegas mengambil Karina dari gendongan ibunya.
“Ini Mbak Meta …. Yuk pipis….”
Meta menuntun adiknya ke kamar mandi. Andri dan Hafsa hanya memandangi mereka berdua, sambil menghela nafas panjang.
OoO
Rumah bertingkat itu memang benar-benar menawan. Dari kejauhan sudah kelihatan beranda lotengnya, berhiaskan tanaman gantung. Catnya sungguh apik, serasi dengan aneka tanaman gantung itu.
Karina memekik kegirangan ketika ayah mengajaknya untuk melihat-lihat ke dalam rumah itu. Dia adalah orang pertama yang langsung menyatakan setuju atas pertanyaan ayahnya.
“Bagaimana menurut kalian rumah ini ?”
“Aku mau rumah ini ! Aku mau !” pekik Karina.
Wajah Hafsa tanpa ekspresi. Meta manyun. Dian dan Nurin masih melakukan pengamatan. Keempat wanita itu masih mempunyai berbagai macam pertimbangan untuk mengiyakan pertanyaan sang ayah.
Andri menggamit lengan Karina menuju pintu depan rumah bertingkat itu. Dengan gembira Karina mnyambut kunci pintu yang diserahkan ayahnya. Membukanya dengan tergesa, lalu menghambur ke dalamnya seketika.
“Ibu … apa aku masih harus jalan kaki ke sekolah kalau kita pindah di sini ?” rungut Dian.
“Sepertinya begitu, “ sahut Meta, menggoda adiknya.
Sekolah Dian letaknya paling jauh dari lokasi rumah ini.
“Ibu, kenapa kita harus pindah lagi ke sini ? Lebih enak rumah kita yang dulu, bu. Teman-teman Nurin semuanya ada di sana. Nurin tidak punya teman yang tinggal di daerah ini. Nanti kalau kerja kelompok bagaimana ? Jauhhh….”
Hafsa menarik nafas panjang. Walaupun dia sudah menjelaskan panjang lebar pada ketiga anak gadisnya, mereka tetap saja memprotes keputusan pindah rumah ini. Hafsa tak mungkin menentang kehendak Andri. Dia begitu menyayangi Karina. Apalagi bila mengingat proses kelahiran Karina yang sulit. Kaki kanannya keluar lebih dulu. Dan Andri harus membawa istri dan anaknya ke Rumah Sakit dalam keadaan seperti itu untuk dioperasi. Siapa yang tega ? Apalagi fisik Karina lemah, mudah sakit. Dibentak oleh teman sekolahnya saja, dia sudah sakit. Maka, si bungsu Karina adalah Ratu di rumah mereka, yang harus dituruti segala kemauannya.
“Ibu … lalu rumah kita bagaimana ? Dijual ?” tanya Meta.
Hafsa mengangguk. Besok pagi, mereka akan menimpati rumah bertingkat itu. Hafsa tidak merasakan kegembiraan dalam hatinya, walau kini dia memiliki rumah yang lebih bagus dari rumah sebelumnya. Kepalanya penuh dengan hutang baru di bank. Hafsa tidak yakin, suaminya masih kuat lembur lagi. Kalau saja lelaki itu mengijinkannya untuk mencari penghasilan tambahan, tentu Hafsa tidak sepusing sekarang.
OoO
Malam ini mereka benar-benar kelelahan. Semua barang diangkut hari ini. Andri tidak mau mencicil mengangkut barang, karena dia hanya mendapat cuti satu hari saja. Anak-anak juga hanya ijin tidak masuk sekolah satu hari saja. Besok hari minggu, satu-satunya kesempatan untuk menata barang dengan cepat.
“Ibu .. aku tidur di atas ya ?” pinta Karina.
“Karina tidur di atas, tapi bersama kakak. Tidak boleh tidur sendir. Karina sudah janji kan ?” kata ibunya.
“Karina janji. Karina mau tidur sama kakak Meta, atau kakak Dian atau kakak Nurin, tidak masalah. Asalkan Karina tidur di atas !”
“Karina, tidur di atasnya besok saja bagaimana ?” tawar Andri, “besok kita angkat ranjangmu ke atas. “
Karina diam sejenak. Tak lama dia pun mengangguk setuju.
“Kalau kamu tidak patuh, gak jadi deh kamu tidur di atas !” kata Dian.
Karina menjulurkan lidahnya pada kakaknya. Dia sudah tidak sabar untuk tidur di lantai atas. Dari sana, dia pasti bisa memandang bulan dan bintang lebih dekat, seperti cerita Endah.
OoO
Sejak pagi Hafsa sudah sibuk di dapur. Hari ini dia merencakan untuk memasak menu istimewa. Seluruh anggota keluarga akan bekerja keras hari ini. Pasti mereka akan sangat senang bila menyantap menu istimewa masakannya, dan akan tetap bersemangat bekerja.
“Meta … mana Karina ? Ibu tidak melihat dia sejak pagi …” teriak Hafsa dari dapur.
Tidak ada yang mendengar teriakan Hafsa. Setiap orang sibuk membongkar barang dari kardus.
“Ayah … lihat Karina tidak ?” tanya ibu agak khawatir.
“Mungkin di atas.” sahut Andri sekedarnya. Dia sibuk mengeluarkan berkas-berkas pekerjaan kantornya.
Hafsa mematikan kompor lalu naik ke lantai dua. Dia tidak menemukan Karina di sana. Dia pun turun lagi, lalu memeriksa setiap kamar. Tidak ada sosok Karina.
“Dian … Nurin .. tolong cari adikmu !” perintah Hafsa. Dia mulai panik.
Andri pun menghentikan pekerjaannya. Hafsa mulai panik saat anak-anaknya kemudian melaporkan bahwa mereka tidak menemukan Karina di dalam rumah.
“Kemana Karina ? Cari dia di luar !” perintah Hafsa semakin panik.
Andri bergegas menuju pintu depan. Tidak mungkin Karina keluar rumah, karena pintu depan masih terkunci. Baru beberapa detik Andri membuka pintu …
“Karinaaaa !” pekiknya histeris.
Gadis kecil itu tertelungkup di depan teras. Darah menggenang di sekitar kepalanya. Hafsa dan anak-anaknya berlarian keluar. Dan pekik-pekik kengerian terdengar begitu memilukan pagi itu. Pagi itu menjadi tragedi berdarah bagi mereka.
Rupanya Karina tidur di lantai atas tanpa seijin ayah dan ibunya. Dan dia berjalan sambil tertidur sehingga dia terjatuh dari lantai atas. Rumah impian Karina adalah rumah petaka baginya.
OoO


RUMAH IMPIAN

Aku bermimpi tentang sebuah rumah
Dengan bangunan yang bertingkat-tingkat
Dengan taman-taman indah di sekelilingnya
Dengan pohon-pohon berbuah ranum di setiap sudut halamannya

Aku bermimpi tentang sebuah rumah
Yang setiap hari adalah pagi hari yang sejuk
Yang setiap hari aku dilayani oleh pelayan pelayan yang tunduk
Yang para tetangganya bukan orang-orang terkutuk

Aku bermimpi tentang sebuah rumah
Di mana tidak ada kata-kata sia-sia di dalamnya
Di mana tidak ada penyesalan ketika memasukinya
Yang ada hanya ungkapan syukur pada Sang Pencipta

Aku bermimpi tentang sebuah rumah
Aku tidak ingin terjaga dan melihat dunia
Biarlah dunia aku tinggalkan untuk seterusnya
Karena aku akan tinggal di sini selamanya

JODOH DARI PEDALAMAN

Cerpenku ini tidak lolos di Lomba FF Perjodohan Hasfa Publisher ..... :)

Bulan depan aku berangkat ke Amerika. Beasiswa S-2 yang akan aku jalani telah membuat bangga Bapak dan Ibuku. Belum lagi status cumlaude yang kusandang waktu wisuda kemarin.
“Nak … tinggal satu hal lagi yang ibu inginkan dari kamu. “
“Apa itu Bu ? Dengan senang hati aku akan melaksanakannya, Bu. “ ucapku hormat pada beliau.
“Ibu ingin sebelum kamu berangkat ke luar negeri, kamu menikah. Lalu bawa istrimu bersamamu. Ibu tahu bagaimana kehidupan anak muda di Amerika sana. Ibu tidak ingin kamu terjerumus, Nak.”
Aku mengangguk setuju. Aku pun menginginkan hal yang sama. Seorang pendamping yang dapat aku jadikan teman dalam suka dan duka, menjadi sahabat bertukar pikiran.
“Bapak dan Ibu akan mencarikan jodoh buatmu. Jodoh yang pantas bersanding denganmu.”
Aku tersenyum bahagia. Aku yakin, ibu akan mencarikan aku jodoh yang tepat. Mereka pasti menginginkan yang terbaik bagi putranya. Aku pun berimajinasi pada sosok wanita yang semampai, cantik, putih, menawan, pintar dalam segala hal.
OoO
Hari perjodohan yang dinanti telah tiba. Kini dihadapanku duduk seorang gadis jelita, diapit oleh kedua orang tuanya. Imajinasi yang menjadi kenyataan. Dia tertunduk malu, membuatku semakin gemas padanya. Sekali dia menatapku, hatiku langsung berdebar-debar.
Namanya Tini. Adrian dan Tini ? Pasangan nama yang kurang serasi. Tidak masalah. “Apa Nak Adrian benar-benar mau memperistri Tini ?” tanya bapak Tini ragu.
Aku menoleh ke ibu. Ibu tersenyum dan mengangguk padaku.
“Ya, Pak. Saya berniat memperistri Tini. Dan saya akan membawa Tini ke Amerika. “ jawabku mantap.
“Ke Amerika ? Bagaimana ini ? Anak saya ini tidak bisa membaca dan menulis. Dia tidak pernah sekolah ….”
Aku tercekat. Aku menoleh ke arah ibu. Tapi ibu tersenyum tanpa beban.
“Tidak masalah, Pak. Anak saya ini pinter. Dia yang akan mengajari Tini. Bahkan sampai Tini nanti jadi sarjana. Ya kan Adrian ?”
Mataku berkunang-kunang. Ya Tuhan … tolong aku !
OoO
Bagiku, bapak dan ibu sudah kelewatan. Bagaimana bisa dia menjodohkan aku dengan seorang wanita cantik tapi buta huruf ? Tidak masalah bagiku bila dia dari keluarga miskin. Tapi buta huruf ?
“Ibu … tolong dipertimbangkan lagi. Aku tidak bisa menikah dengan Tini. Kami sangat jauh berbeda ….” pintaku.
Sebenarnya aku berharap, bapak - sebagai seorang lelaki - memihakku. Tapi itu mustahil, karena bapak sendirilah yang melakukan survey mencari sosok wanita seperti Tini. Dan beliau mendapatkan gadis berusia 20 tahun itu, tinggal di pedalaman dan buta huruf. Aku tidak mengeri apa sebenarnya jalan pikiran kedua orang tuaku. Mereka menyekolahkan aku sampai sarjana, tapi menjodohkan aku dengan seorang wanita buta huruf. Sungguh tidak masuk akal.
“Adrian. Ibu tidak percaya dengan apa yang ibu lihat sekarang. Kamu ini sarjana. Cumlaude. Buktikan pada bapak dan ibu kalau kamu memang anak yang pinter. Ajari istrimu. Itu baru namanya suami. Bertanggung jawab pada istri. “
Aku tidak berdaya. Hari pernikahan telah ditentukan seminggu sebelum keberangkatan ke Amerika. Ibu yakin, aku bisa mengubah Tini menjadi wanita idamanku. Aku pun akhirnya pasrah. Modalku hanya restu ibuku..
OoO
Tidak pernah ada yang salah dalam sebuah perjodohan, karena keberkahan pernikahan tergantung pada niat awal sebelum menikah. Restu Orang Tua adalah modal utama, yang akan melancarakan tugas dan tanggung jawab masing-masing pasangan dalam bahtera pernikahan nantinya.

Rabu, 12 Oktober 2011

Lomba Chemical Romance

Deadline : 30 Oktober 2011

Ayo ikuti lomba bulanan spesial bulan Oktober ini bertajuk YOUR CHEMICAL ROMANCE!!! Ini adalah ajang di mana kamu bisa unjuk kebolehan menulis cerpen romantis untuk mendapatkan sebuah paket buku eksklusif dari Penerbit DIVA Press!! Selain itu, karya kamu juga bakal diterbitkan lho!!

Kriteria naskah:
- Cerpen mengandung unsur romantis, percintaan, kasih sayang, dan sebagainya dengan kadar lebih tinggi dari unsur-unsur lainnya.
- Tokoh dalam cerpen romantis kamu boleh usia berapa pun juga. Artinya, tidak terbatas seputar percintaan anak muda doang. Yang sudah melewati masa remaja bahkan kakek-nenek juga boleh banget.
-Cerpen kamu bebas dari unsur-unsur pornografi dan hal-hal yang berbau SARA
-Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan pemakaian tanda baca yang sesuai fungsinya. Tidak menggunakan singkatan dan bahasa gaul.

Persyaratan naskah:
-Naskah berupa file Word (2007/2003), dengan panjang tulisan 8-10 halaman, ukuran kertas A4, Times New Roman font 12 spasi 2, margin atas/kiri 4cm margin kanan/bawah 3cm,
-Nama file adalah judul cerpen tanpa tambahan apa pun, misalnya nama atau inisial kamu
-Tuliskan biodata lengkap kamu (harus mencantumkan alamat dan nomor HP yang bisa dihubungi) di akhir cerpen. Biodata sudah dalam format narasi (pemaparan)
-Kirimkan file naskah kamu via email: lombadiva@gmail.com. Pada judul email tuliskan: Nama + Judul Cerpen
-Pengumpulan naskah dibuka mulai 1 Oktober-31 Oktober 2011, pukul 23:59 WIB

Lain-lain:
-Lama penjurian adalah 1 bulan
-Akan dipilih 10 naskah cerpen paling romantis yang berhak mendapatkan paket buku eksklusif.
-Semua naskah cerpen romantis yang masuk memiliki kesempatan yang sama untuk dipublikasikan oleh DIVA Press.
-Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat
-Untuk semua pertanyaan seputar lomba ini, silakan diajukan via Yahoo Messenger: komunitasdivapress, FB, twitter, maupun blogdivapress.com

Selamat berkarya!!!

Fiction Competition 2011/2012

Dalam rangka memperkenalkan dumalana.com, bersama Dumala Pustaka Publisher Dumalana mengadakan Fiction Competition 2011/2012. Lewat lomba ini, para penulis diundang mengikuti lomba penulisan dalam blog dumalana.
Dumalana menyediakan hadiah berupa uang senilai total Rp 11.250.000 (sebelas juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Untuk mengikuti lomba ini, cukup kirim tulisan di Dumalana dengan tag “Fiction-Competition”. Informasi selanjutnya bisa dibaca di Ketentuan Lomba.

Jadwal Lomba
Lomba menulis fiksi berlaku setiap periodenya selama 1 bulan dengan selang waktu tiap periode lebih kurang 2 bulan. Total hadiah dimaksud untuk total 5 Periode.
1. Periode Pertama penulisan Fiction Competition: tanggal 11 Juli s.d 10 Agustus 2011. Total Hadiah Periode ini Rp 2.250.000 | Pengumuman Pemenang: 10 September 2011
2. Periode Kedua penulisan Fiction Competition: tanggal 11 Oktober s.d 10 Nopember 2011. Total Hadiah Periode ini Rp 2.250.000 | Pengumuman Pemenang: 10 Desember 2011
3. Periode Ketiga penulisan Fiction Competition: tanggal 11 Januari s.d 10 Februari 2012. Total Hadiah Periode ini Rp 2.250.000 | Pengumuman Pemenang: 10 Maret 2012
4. Periode Keempat penulisan Fiction Competition: tanggal 11 April s.d 10 Mei 2012. Total Hadiah Periode ini Rp 2.250.000 | Pengumuman Pemenang: 10 Juni 2012
5. Periode Kelima penulisan Fiction Competition: tanggal 11 Juli s.d 10 Agustus 2012. Total Hadiah Periode ini Rp 2.250.000 | Pengumuman Pemenang: 10 September 2012

Ketentuan Lomba
Ketentuan Umum
• Lomba terbuka untuk masyarakat umum, jurnalis, mahasiswa/pelajar, penulis, dan penggiat media online. Untuk mengikuti lomba, calon peserta harus memiliki akun Dumalana.
• Karya lomba tidak melanggar ketentuan tentang SARA dan norma kesusilaan.
• Karya lomba harus hasil karya pribadi (orisinal), bukan terjemahan, saduran, atau mengambil ide karya yang pernah dibuat.
• Karya Lomba bersifat baru dan belum pernah ditayangkan di media manapun atau diikutsertakan pada kompetisi lainnya.
• Karya yang melanggar Ketentuan Umum akan didiskualifikasi dan dinyatakan gugur.
• Tulisan peserta kompetisi langsung tayang dan bisa dibaca dan ditanggapi di Dumalana.
• Semua tulisan yang diikutsertakan dalam Dumalana “Fiction-Competition” menjadi milik Dumalana.com
Ketentuan Teknis
• Peserta telah terdaftar sebagai member Dumalana/Dumalanizer. Peserta yang belum menjadi member bisa mendaftarkan diri secara gratis terlebih dulu di dumalana.com.
• Karya lomba ditulis dalam bahasa Indonesia dengan gaya bahasa bebas, dengan batas minimal 500 kata.
• Peserta diperbolehkan mengirim lebih dari satu tulisan
Hadiah
Tiga tulisan terbaik pada tiap periode masing-masing mendapatkan Uang.
1. Pemenang Pertama Rp 1.000.000. (satu juta rupiah)
2. Pemenang Kedua Rp 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
3. Pemenang Ketiga Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah)

Setiap tulisan, meskipun tidak menjadi pemenang lomba, berkesempatan diterbitkan dalam bentuk buku oleh Dumala Pustaka Publisher dengan ketentuan terpisah.
Untuk pemenang tidak dijamin akan diterbitkan dalam buku oleh Dumala Pustaka Publisher.
Semua pajak hadiah ditanggung oleh Dumalana.com
Lain-lain

Semua Keputusan Hasil Penjurian oleh Dumalana.com adalah mutlak. Kami tidak melayani gugatan atau protes dari peserta lomba baik melalui telepon, Fax, SMS, maupun email.
Selamat mengikuti
Sumber: http://dumalana.com

Selasa, 11 Oktober 2011

Penerbit Gema Insani

KETENTUAN PENERIMAAN NASKAH PENULISAN

A. Ketentuan Umum
Gema Insani menerima semua jenis naskah yang kemudian akan dinilai kelayakan terbitnya.
Isinya tidak menyimpang dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Naskah asli atau terjemahan.
Kirim via pos ke alamat Gema Insani (1) Jalan Kalibata Utara II no. 84, Jakarta 12740, atau (2) Jalan Ir. H. Juanda (jalan baru Gas Alam), Depok Timur 16418.
Kirim via e-mail (untuk naskah umum/dewasa) ke alamat: (1) gipnet@indosat.net.id, (2) penerbitgip@telkom.net
Kirim via e-mail (untuk naskah anak) ke alamat: (1) gip_anak@yahoo.com
Kirim via e-mail (untuk naskah remaja) ke alamat: (1) gip_remaja@yahoo.com
Kirim via e-mail (untuk naskah wanita–keluarga) ke alamat: (1) gip_wanita@yahoo.com
Kirim via e-mail ke Prestasi (kelompok GIP): (1) gip_prestasi@yahoo.com
Naskah yang sudah masuk tidak akan dikembalikan.

B. Ketentuan Khusus
1. Naskah Asli
Dapat berupa outline tulisan atau tulisan yang sudah lengkap.
Jika berupa outline, sertakan sinopsis tulisan, daftar isi yang lengkap (bab dan subbabnya).
Jelaskan jenis kajian/bidang pembahasan dari tulisan; apakah politik, ekonomi, sosial, fiqih, ibadah, akidah, dakwah-harakah, manajemen, parenting, wanita, atau keluarga.
Jelaskan selling point naskah tersebut. Apa yang membedakannya dari buku-buku yang lain.
Sertakan data lengkap penulis (alamat, no. telepon, e-mail, hp, fax, no. rekening, juga biografi ringkas yang berkaitan dengan biodata, aktivitas, karya yang dihasilkan dan diterbitkan).
Jelaskan segmentasi tulisan (anak, remaja, dewasa/umum, wanita, keluarga).
Jika via pos, harap mengirimkan kopian naskahnya saja.

2. Naskah Terjemahan
Dapat berupa outline terjemahan atau terjemahan yang sudah lengkap.
Jika berupa outline, sertakan data yang lengkap dari buku asli (judul asli, judul terjemahan, penulis, penerbit, tahun terbit, sinopsis naskah, daftar isi yang lengkap [bab dan subbabnya], jumlah halaman, ukuran buku sampul buku [soft cover atau hard cover]).
Jelaskan jenis kajian/bidang pembahasan dari naskah yang diajukan; apakah politik, ekonomi, sosial, fiqih, ibadah, akidah, dakwah-harakah, manajemen, parenting, wanita, atau keluarga.
Jelaskan selling point buku tersebut. Apa yang membedakannya dari buku-buku yang lain.
Sertakan biografi ringkas penulisnya yang berkaitan dengan biodata, aktivitas, karya yang dihasilkan dan diterbitkan.
Sertakan data lengkap penerjemah (alamat, no. telepon, e-mail, hp, fax, no. rekening, juga biografi ringkas penerjemah yang berkaitan dengan biodata, aktivitas, karya yang dihasilkan dan diterbitkan).
Jelaskan segmentasi tulisan (anak, remaja, dewasa/umum, wanita, keluarga).
Jika via pos, harap mengirimkan kopian naskahnya saja.
C. Lain-Lain
Semua naskah kami nilai kurang lebih selama satu bulan.
Kami akan mengabari hasil penilaian itu (diterima atau tidak) melalui telepon, e-mail, sms, surat, dan fax.
Jika setelah satu bulan penilaian kami belum menghubungi, penulis atau penerjemah dapat menghubungi kami.
Kami juga menerima kerja sama penerbitan dengan lembaga mana pun yang tentu saja harus melalui proses penilaian naskah terlebih dahulu. Mengenai bentuk kerja sama penerbitannya dapat dibicarakan kemudian.

KETENTUAN PENERIMAAN NASKAH MULTIMEDIA
DAN PRODUK PENUNJANG

Bagian Penerbitan Produk Penunjang dan Multimedia
Menerbitkan produk-produk Islami diluar buku, seperti kalender, poster, notes, agenda muslim, sticker, MP3, Film (VCD, DVD, dll), kaset, Islamic software, animasi dan produk penunjang lainnya diluar buku pada umumnya.

Ketentuan:
Dapat berupa naskah atau produk jadi siap cetak/digand.
Siap di presentasikan dan sekaligus juga memberikan penjelasan selling produk tersebut dibandingkan dengan produk sejenis yang lain.
Dapat menjelaskan segmentasi tulisan atau produk tersebut
Sertakan data penulis lengkap (alamat, no. telepon, no. HP, e-mail, nomor rekening, no. Fax serta biografi penulis lengkap dengan aktivitasnya sekarang).
Jika via pos harap kirimkan kopian naskahnya.
Tenggang waktu penilaian selama 1 bulan setelah diberikan.
Materi untuk produk penunjang bisa dikirim via pos, e-mail; gip_penunjang@yahoo.com, atau datang langsung ke gedung GEMA INSANI Depok.
Sumber: website GIP

Penerbit Gagas Media

Jangan ragu untuk mengirimkan naskahmu ke GagasMedia. Siapa pun yang mempunyai minat menulis bakal kita dukung deh! Nah, sebelum kamu mengirimkan naskahmu ke GagasMedia, cari tahu dulu persyaratannya.

Berikut adalah dua kategori naskah yang bisa kamu kirimkan.

1. Fiksi

Syarat umum:

- Panjang naskah 70-150 halaman A4, spasi 1, Times News Roman 12
- Kirimkan dalam bentuk print out (yang sudah dijilid rapi, tentunya), sertakan sinopsis lengkap novelmu, plus form pengiriman naskah ke:


REDAKSI GAGASMEDIA
Jl. Haji Montong No. 57, Ciganjur
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630

- Setiap naskah akan diproses langsung oleh redaksi. Waktu yang diperlukan sekitar 4 bulan, mengingat banyaknya naskah masuk setiap harinya. Harap maklum ya.

Adapun jenis fiksi yang dicari adalah:

- DOMESTIC DRAMA
- MAINSTREAM ROMANCE
- CLASSIC ROMANCE
- TEEN ROMANCE
- CLIQUE*LIT

2. Non Fiksi

Syarat umum:

- Panjang naskah 70-150 halaman A4, spasi 1, Times News Roman 12. Kirimkan dalam bentuk print out (dijilid rapi) ke:


REDAKSI GAGASMEDIA
Jl. Haji Montong No. 57, Ciganjur
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630

- Atau, kirimkan proposal naskah via e-mail ke redaksi@gagasmedia.netThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it . Bila naskahmu menarik, redaksi akan menghubungimu untuk pembahasan lebih lanjut.
- Setiap naskah akan diproses langsung oleh redaksi. Waktu yang diperlukan sekitar 4 bulan, mengingat banyaknya naskah masuk setiap harinya. Harap maklum ya.

Kategori nonfiksi yang dicari:
- Pengembangan diri (self improvement)
- How to
- Memoar-inspiratif
- Lifestyle
- Traveling
- Pengetahuan populer


Nah, jika kamu sudah menentukan kategori naskah yang akan dikirimkan, jangan lupa untuk menyertakan pula form pengiriman naskah yang bisa kamu download di sini!


Sumber: http://www.gagasmedia.net/kirim-naskah.html

Penerbit Grasindo

Syarat Pengajuan Naskah

Jangan ragu untuk mengirimkan naskahmu ke Grasindo. Siapa pun yang mempunyai minat menulis akan didukung! Sebelum mengirimkan naskah ke Grasindo, baca dulu persyaratannya.

Berikut adalah dua kategori naskah yang bisa dikirimkan.

1. Fiksi

Syarat umum:

- Panjang naskah 70-150 halaman A4, spasi 1, Times News Roman 12
- Kirimkan dalam bentuk print out (yang sudah dijilid rapi), sertakan sinopsis lengkap, ke:

REDAKSI GRASINDO
Gd. Kompas Gramedia, Unit I Lt.3
Jl. Palmerah Barat No. 33-37, Jakarta 10270

- Setiap naskah akan diproses langsung oleh redaksi. Waktu yang diperlukan sekitar 4 bulan, mengingat banyaknya naskah masuk setiap harinya. Harap maklum.


2. Non Fiksi

Syarat umum:

- Panjang naskah 70-150 halaman A4, spasi 1, Times News Roman 12. Kirimkan dalam bentuk print out (dijilid rapi) ke:

REDAKSI GRASINDO
Gd. Kompas Gramedia, Unit I Lt.3
Jl. Palmerah Barat No. 33-37, Jakarta 10270

- Atau, kirimkan proposal naskah via e-mail. Bila naskahmu menarik, redaksi akan menghubungimu untuk pembahasan lebih lanjut.
- Setiap naskah akan diproses langsung oleh redaksi. Waktu yang diperlukan sekitar 4 bulan, mengingat banyaknya naskah masuk setiap harinya. Harap maklum.
Kategori nonfiksi yang dicari:
-Teknologi Informasi

- Pengembangan diri
- How to
- Cerita inspiratif
- Lifestyle
- Traveling
- Pengetahuan populer


Nah, jika kamu sudah mengirimkan naskah, jangan lupa untuk konfirmasi!
Telp: 021-53650110, ext. 3301

Jumat, 07 Oktober 2011

Sygma Publishing


Penerimaan dan pengelolaan naskah
Sygma Publishing adalah perusahaan penerbitan yang menempatkan diri sebagai the most excellent publisher in Indonesia with international quality and global network. Dalam memberikan pelayanannya kepada para stakeholder, Sygma Publishing membagi unit penerbitannya ke dalam tiga bagian besar yang masing-masing mewakili karakter dan segmentasi yang berbeda. Ketiga unit tersebut adalah sebagai berikut (dengan brand masing-masing).
1.       Syaamil Al Qur’an (Unit yang khusus menerbitkan Al Qur’an untuk seluruh segmen usia, anak-anak hingga dewasa)
2.       Arkanleema Publishing (Unit yang khusus menerbitkan buku-buku Islam untuk segmentasi dewasa: fiksi, non-fiksi, popular, kisah, rujukan keislaman (akhlak, doa, hadits, dan fikih), panduan ibadah, dan wawasan keislaman)
3.       Penerbit Lima (Unit yang khusus menerbitkan buku-buku anak dan remaja dengan tema-tema Islam dan umum: fiksi, non-fiksi, popular, pengenalan keislaman (Al Qur’an, hadits, fikih, doa), panduan ibadah, dan wawasan keislaman dengan kemasan-kemasan penuh kreativitas.
Redaksi Sygma Publishing menerima naskah-naskah berkualitas, baik naskah lokal maupun naskah terjemahan dari berbagai bahasa: Arab, Inggris, Jepang, Prancis, dan sebagainya dengan ketentuan sebagai berikut.


1.       Ketentuan Umum
a.         Dapat berupa outline tulisan atau tulisan yang sudah lengkap.
b.         Jika berupa outline, sertakan sinopsis tulisan, daftar isi yang lengkap (bab dan sub-babnya).
c.          Jelaskan jenis tema/kajian/bidang pembahasan dari tulisan; fiksi, non-fiksi, popular, kisah, rujukan keislaman (akhlak, doa, hadits, dan fikih), panduan ibadah, dan wawasan keislaman.
d.         Jelaskan selling point naskah tersebut. Apa yang membedakannya dari buku-buku yang lain.
e.         Sertakan data lengkap penulis (alamat, no. telepon, e-mail, hp, fax, no. rekening, juga biografi ringkas yang berkaitan dengan biodata, aktivitas, karya yang dihasilkan dan diterbitkan).
f.          Jelaskan segmentasi tulisan (anak, remaja, dewasa/umum, wanita, keluarga).
g.         Jika via pos, harap mengirimkan kopian naskahnya saja.

2.       Standard Penerimaan Naskah
a.         Rights Editor & Script Hunter menerima naskah melalui penulis sendiri, pos, e-mail(sygmapustaka@sygmacorp.com), atau titipan penulis melalui pihak lain.
b.         Rights Editor & Script Hunter membuat Surat Pemberitahuan Kedatangan Naskah dengan lampiran Form Penerimaan Naskah dan Form Biodata Penulis yang harus diisi oleh Penulis baru dan mengirimkannya kepada Penulis melalui e-mail atau pos yang dikuatkan oleh SMS gateway system, sehari setelah naskah kiriman melalui pos, e-mail, atau titipan Penulis melalui pihak lain diterima oleh Rights Editor & Script Hunter.
c.         Rights Editor & Script Hunter meng-input-kan data yang ada pada Form Tanda Terima Naskah dan Form Biodata Penulis dalam waktu satu hari kerja setelah naskah diterima dari Penulis.
d.         Untuk naskah yang direkomendasikan terbit, Rights Editor & Script Hunter menyerahkan naskah, Form Penelaahan Naskah, dan Form Biodata Penulis kepada Manager sesuai dengan kategori naskah masuk untuk proses penelaahan naskah lanjutan dan menerima kembali hasilnya maksimal setelah 6 pekan dari Manager.
e.         Untuk naskah yang tidak lolos penelaahan, Rights Editor & Script Hunter membuat Surat Pengembalian Naskah dan menginformasikannya kepada Penulis satu hari setelah penolakan naskah; dan mengembalikan naskah tersebut jika Penulis memberikan perangko balasan. Jika Penulis tidak memberikan perangko balasan dalam waktu 1 bulan sejak tanggal pemberitahuan penolakan maka naskah akan dimusnahkan.
f.          Jika naskah diputuskan untuk terbit, Rights Editor & Script Hunter akan menginformasikan hal tersebut kepada Penulis melalui Surat Pemberitahuan Persetujuan Terbit yang disertai Draft Perjanjian Penerbitan untuk ditindaklanjuti satu hari setelah menerima keputusan penerimaan naskah.

3.       Kriteria Penelaahan Naskah
a.       Tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits.
b.      Nilai dan konten sesuai dengan visi dan misi Sygma Publishing..
c.       Temanya sangat unik, aktual, kontemporer, dan dinilai sangat dibutuhkan masyarakat banyak.
d.      Pesannya memiliki nilai kebenaran universal.
e.      Faktor kedekatan dengan pembaca (proximity) sangat tinggi.
f.        Gaya penuturan dan penceritaan sangat baik.
g.       Sistematika penulisan sangat baik.
h.      Pembahasannya sangat mendalam.
i.         Keterbacaan hingga 50% (bisa berubah lebih kecil sekiranya nilai kesesuaian dengan visi dan nilai temanya sangat menarik).
j.        Alur, Tokoh, dan Settingnya sangat bagus (untuk karya fiksi).
k.       Sasaran pembacanya (segmentation [demografis, psikografis]) dan bagaimana kemungkinannya diterima oleh pasar sasaran sangat jelas dan baik (by data).
l.         Positioning produk dan benefit dari pesan yang disampaikan dalam naskah untuk pembaca sangat jelas (by data).
m.    Naskah yang sama belum beredar di pasar.
n.      Diferensiasi dan kelebihan naskah (added value) dengan buku yang sudah beredar di pasar kentara jelas.
o.      Kapasitas keilmuan penulis terkait tema yang ditulisnya dalam naskah (otoritas keilmuan) sangat sesuai.
p.      Informasi yang disampaikan publik mengenai penulis sangat positif.

4.       Ketentuan Pelaporan dan Pembayaran Royalti

KATEGORI
UMUM
ISLAM
REMAJA
ANAK
BULAN
Januari
Mei
September
Februari
Juni
Oktober
Maret
Juli
November
April
Agustus
Desember


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...