Legenda Dustone
Oleh : Syila Fatar
Arkesya
menutup buku tuanya perlahan. Tapi debu tetap beterbangan, membuat Gaye dan
Maye bersin. Arkesya tersenyum. Dua cucunya itu masih saja memelototinya.
Berharap masih ada kelanjutan dari kisah yang dibacanya tadi. Karena bagi
mereka berdua, Arkesya selalu menyimpan akhir kisah yang mereka nantikan.
“Sudah
malam, tidurlah …” ucap Arkesya seraya membelai kepala keduanya.
“Cerita
kakek belum selesai. Siapa pahlawan yang akan menghancurkan Dustone ? Dia
sangat jahat. Seharusnya dia musnah.”
Arkesya
tersenyum mendengar protes cucunya. Ditatapnya dua pasang mata yang membulat
menatapnya penuh harap. Tapi, kisah ini memang tak pernah berakhir bahagia,
meski Arkesya sendiri mengharapkannya. Ayahnya, yaitu buyut kedua cucu di
hadapannya, pun tak pernah bisa menceritakan akhir kisah Dustone. Buku tua dari
kulit papyrus itu hanya diam membisu, menyerap semua rasa penasaran para
pembacanya.
“Tidak
ada yang bisa menghancurkan dia. Setelah puas, dia akan kembali ke tanah,
bersama manusia-manusia itu. Dan manusia yang tersisa harus melanjutkan
hidupnya. Belajar untuk tidak lagi menjadi serakah.”
“Tapi
dia akan muncul lagi kan, Kek ?” tanya Gaye, “kita harus siap ketika dia
muncul. Aku akan membabatnya dengan pedangku. Akan kutendang kakinya hingga dia
jatuh terjengkang. “
“Aku
akan menyelamatkan dunia !” pekik Maye.
Arkesya
terkekeh. Selalu saja kedua cucunya itu memintanya tentang kisah-kisah heroik
dari buku tuanya. Dan mereka paling suka dengan kisah Dustone. Kisah yang
mengerikan bagi Arkesya, karena kisah ini adalah kisah satu-satunya yang tak
berakhir dengan kegagahan para pahlawan. Dan itu sangat selalu mengecewakan
kedua cucu kesayangannya. Sehingga mereka selalu meminta dibacakan kisah ini
berulang-ulang.
“Lagi
! Lagi ! Cerita lagi ! Kali ini aku akan mencari kelemahannya !” teriak Maye.
“Hmm,
dongeng konyol itu lagi ?”
Suara
berat itu membuat Gaye dan Maye langsung bangkit dari ranjang kakeknya,
menyisakan bunyi berderit ranjang tua itu. Arkesya tersenyum. Sesosok lelaki
tinggi besar menutupi cahaya terang yang menerobos melalui pintu.
“Kenapa
ayah masih saja menceritakan dongeng itu ? Dongeng yang tak pernah berakhir
dengan bahagia. Membuat mereka mati rasa.”
Arkesya
tersenyum, “Ini bukan dongeng, Tundrey. Ketika kecil, kau pun seperti kedua
anakmu. Selalu meminta diulang-ulang setiap malam. Kau sudah lupa ?”
Tundrey
meraih bahu kedua putranya, meminta mereka segera masuk ke kamarnya. Keduanya
memprotes tindakan ayahnya, tapi kilatan tajam mata Tundrey membuat mereka
menunduk dan melangkah pergi. Tidak ada yang berani membantah ayah.
“Ayah,
tolong jangan ceritakan kisah itu lagi, “ pinta Tundrey, “itu terlalu
mengerikan bagi mereka. Ayah mungkin tidak tahu, sampai sekarang saja, aku
masih membayangkan kengerian bila Dustone bangkit lagi. Aku tidak bisa
membayangkan bila hal itu terjadi, manusia hanya tinggal segelintir saja. Itu
menyakitkan.”
“Hmm,
maka untuk itulah kisah ini selalu dituturkan dari generasi ke generasi. Agar
mereka berpikir, untuk mencari jalan menghancurkan Dustone. Atau, bangsa
manusia akan punah. Jangankan dirimu, aku saja yang tak lagi mampu berjalan,
hanya bisa membayangkan kisah itu kala terjadi. Ramalan itu, kau harus percaya.
Bahwa Dustone akan muncul di generasi Maye dan Gaye. Kau harus siap-siap.”
Tundrey
meninggalkan ayahnya yang masih memeluk buku tua itu. Entah sudah berapa
generasi, buku tua itu selalu dibaca menjelang tidur. Tapi herannya, debu selalu saja menghiasi
sampulnya. Tundrey ingat, dia selalu bersin ketika Arkesya menutup buku itu.
Mungkin karena ini tentang kisah Dustone. Yang menanamkan pada anak-anak kecil,
tentang musnahnya manusia oleh Dustone. Oleh legenda debu dan batu. Tanpa ada yang
bisa menghalangi dan mencegahnya terjadi. Tapi Arkesya selalu berkata, manusai
tidak akan musnah. Karena Dustone membutuhkannya untuk bisa bangkit lagi.
OoO
Tundrey
gelisah membaca laporan harian satelit yang
baru diterimanya. Gurun itu bergerak dan memadat. Ingatannya berkelebat pada Dustone.
Tapi, bisa jadi ini karena tabiat bumi yang semakin tidak stabil pasca letusan
beberapa gunung berapi setahun terakhir. Pergeseran lempeng terjadi di banyak
bagian bumi. Tundrey meminta laporan geografis dari beberapa gurun dan sabana.
Dan laporan dari Gurun Sahara yang benar-benar membuat jantungnya berdegup kencang.
Padatan gurun itu semakin cepat, dan membentuk pola tertentu.
“Tyar,
aku ingin bertemu Presiden.”
Tyar,
sekretarisnya mengangguk cepat. Seperti dugaannya, ada masalah dahsyat yang
diramalkan akan terjadi. Isu itu sudah tersebar di masyarakat. Bahkan banyak
komik beredar mengisahkan Dustone. Koran-koran memberitakannya setiap hari. Sungguh
konyol bila harus mempercayai dongeng sebelum tidur seperti Dustone. Tapi,
pergerakan gurun itu, mengarah ke sebuah kesimpulan besar. Tyar semula tidak
mengira, Tundrey akan mengaitkannya dengan dongeng itu. Tapi, isu itu beredar
begitu kencang, lebih kencang dari tornado yang memporak porandakan satu negara
bagian. Dongeng yang tidak pernah bisa dibuktikan. Pemerintah tidak bisa
mengabaikan isu ini begitu saja, karena sudah begitu meresahkan.
“Presiden
siap menerima anda sore ini, pak. “
Tundrey
mengangguk. Sepertinya, dia harus meminjam buku Arkesya.
OoO
Kloryeal
memainkan bibirnya dengan jempol dan telunjuknnya. Menunjukkan dia berpikir
keras. Tundrey bukan Menteri Pertahanan yang bodoh. Prestasinya tak terhitung
menyelamatkan bumi ini dari ancaman bencana, baik itu dari bumi sendiri maupun
dari luar planet. Prediksi dan perhitungannya selalu matang dan akurat. Isu
sekecil apa pun adalah bukti penting bagi Tundrey.
“Aku
pernah mendengar kisah ini. Kakekku yang menceritakannya. Ini adalah tradisi
dari generasi ke generasi. Tapi, beritahu aku satu hal, Tundrey. Kenapa kamu
sekarang lebih percaya pada dongeng ?”
Tundrey
mengangguk hormat dan menyerahkan laporannya. Kloryeal mengernyitkan kening,
dan mulai tampak panik.
“Pergerakan
di gurun dan perpadatan tanahnya, membentuk pola. Coba anda perhatikan, Tuan
Presiden. Polanya sudah membentuk sosok Dustone.”
Kloryeal
menggigit bibir, menandakan dia mulai gelisah. Akal sehatnya, seperti halnya
Tundrey mulai terpengaruh dongeng itu. Dongeng itu, apakah akan terbukti
ramalannya ? Tidak ada manusia yang berharap itu akan terjadi.
“Ini
tidak mungkin, “ gumamnya, “kirim orang terbaik kita ke sana untuk memastikan
dan menangani hal ini. Setidaknya, bukan karena dongeng itu. Tapi, bisa jadi
ini bencana dari perut bumi. Kita harus meredakan kegelisahan masyarakat
terhadap isu santer itu. Rahasiakan hal ini dari publik. ”
Tundrey
mengangguk hormat. Dia yakin, kalimat terakhir Presiden adalah indikasi
kesetujuannya. Ini adalah Dustone. Terlepas dia dongeng atau ilmiah. Tapi ini
tetap bencana.
OoO
Gaye
dan Maye memamerkan keahliannya pada Arkesya. Mereka saling berpegangan tangan
dan berputar. Semakin lama semakin cepat, hingga kolam air tempat mereka
berdiri membentuk pusaran seperti angin tornado. Gaya dan Maye sudah bisa
mengarahkan ujung air itu ke berbagai arah. Mereka bahkan melakukannya sambil
tertawa. Terutama bila ujung air yang berputar cepat itu mengenai pepohonan dan
mematahkan dahannya.
“Apa
yang kalian lakukan ?”
Suara
berat itu lagi. Dan … byurrr. Pusaran air itu pun pecah, meluruh bagai hujan.
Membasahi Arkesya di kursi rodanya, dan Tundrey yang baru saja datang. Gaye dan
Maye menunduk dalam, merasa bersalah melihat ayahnya basah kuyup. Apalagi,
Tundrey masih memakai baju dinasnya. Sudah pasti lelaki itu akan marah besar.
Dan seperti biasa, bila Tundrey marah besar, Gaye dan Maye akan dihukum, tidak
bertemu air beberapa hari. Dan hal itu akan sangat menyiksa bagi keduanya. Gaye
dan Maye tak bisa lepas dari air. Arkesya terkekeh seraya mengusap mukanya yang
basah.
“Kalian
mau membanjiri kota dengan tingkah kalian itu ?”
Nada
amarah yang berusaha diredam. Gaye dan Maye dengan cepat tahu diri. Mereka
kembali berputar, dan pusaran air kembali terbentuk dari air yang berserakan di
mana-mana. Dan perlahan, mereka berdua menurunkan kecepatan pusaran air, hingga
airnya meluruh perlahan, kembali mengisi kolam. Baju Tundrey kembali kering
seperti semula. Air tadi telah terhisap pusaran dan kembali ke kolam.
Tundrey
geleng-geleng kepala. Arkesya bertepuk tangan.
“Kalian
berdua, masuk ruang hukuman !” bentak Tundrey.
Gaye
dan Maye keluar dari kolam dan berjalan menundukkan kepala. Dalam 3 bulan
terakhir, ini sudah kedua kalinya Tundrey memergoki Gaye dan Maye melakukan
Circling. Dan selalu, membuat Tundrey basah kuyup. Tapi kali ini, mereka
berhasil membuat Tundrey kembali kering. Dan herannya, kemajuan itu tidak
membuat Tundrey memuji mereka. Padahal, Gaye dan Maye telah belajar melakukannya
selama dua bulan, dengan bimbingan Arkesya.
OoO
Makan
malam hanya dihadiri Tundrey dan Arkesya. Gaye dan Maye harus makan malam di
kamar hukuman. Sebuah kamar berukuran 10 x 10 yang terbuat dari kaca. Mereka
tidak boleh keluar selama beberapa hari dan Tundrey dapat mengawasi mereka
dengan mudah. Kamar hukuman itu tepat terletak dia atas kolam ikan. Jadi, Gaye
dan Maye akan merasa sangat tersiksa karena milihat air tapi tak bisa
menyentuhnya. Hal ini akan membuat mereka jera melakukan Circling lagi selama beberapa
hari. Tapi, bila Tundrey bekerja, mereka akan melakukannya lagi, diam-diam.
“Seharusnya,
kau bangga pada Gaye dan Maye. Hanya mereka di planet ini yang mewarisi
pengendalian air. Malah sekarang mereka bisa mengeringkan air.”
Tundrey
hanya menatap ayahnya sekilas, lalu melanjutkan makan malamnya. Dia
berpura-pura tidak mendengar kalimat ayahnya.
“Tundrey,
kita harus mendatangkan seorang guru khusus bagi mereka.”
Tundrey
membanting sendoknya, mengejutkan Arkesya. Rupanya, Tundrey masih marah atas
kejadian tadi.
“Aku
tidak akan melakukannya, ayah, “ ucap Tundrey manahan emosi, “aku tidak akan
membuat mereka mengalami nasih seperti ibunya. Sudah cukup aku kehilangan
Meiya. Aku tidak mau kehilangan Gaye dan Maye !”
Kedua
anak kembarnya memang spesial. Tapi Tundrey tidak ingin, banyak orang mengetahui
kelebihan mereka. Banyak pihak akan memanfaatkan keahlian tersebut. Apalagi
bila orang-orang di Departemen Pertahanan mengetahuinya. Tundrey bisa
kehilangan Gaye dan Maye, selamanya. Dia tidak akan punya hak lagi terhadap
Gaye dan Maye. Bahkan mungkin tidak akan bisa lagi bertemu selamanya. Seperti
halnya Meiya. Saat Presiden mengetahui Meiya memiliki kemampuan mengendalikan
air, pemerintah memeras tenaganya untuk mengendalikan banjir di salah satu
negara bagian. Memindahkan air bah sebanyak itu ke laut. Lalu menggerakkan
kincir air untuk pembangkit listrik tenaga air laut di sebuah negara bagian
yang mengalami krisis energi. Dan Meiya
pergi setelah kehilangan begitu banyak energi. Tidak sedikit orang seperti
Meiya. Dimanfaatkan pemerintah karena mereka membutuhkan keistimewaannya. Tapi
pemerintah selalu ingkar janji. Dan Tundrey tahu benar akan hal itu, karena dia
berkecimpung di dalamnya. Dalam setiap tugas-tugasnya, dia kerap bertemu dengan
anak-anak yang memiliki keistimewaan pengendalian. Tapi, Tundrey tidak pernah
melaporkannya ke Departemen.
“Gaye
dan Maye diperuntukkan untuk jaman ini, Tundrey. Kamu harus siap. Kamu tidak
akan mengira, jiwa mereka penuh berisi kepahlawanan.”
“Itu
karena ayah selalu mencekoki mereka dengan dongeng-dongeng konyol !”
Tundrey
bangkit dari kursinya kesal. Pikirannya begitu kalut. Pergerakan gurun di
Sahara itu semakin nyata. Dan Tundrey tidak yakin kali ini dia bisa bencana
ini. Dustone. Gaye dan Maye. Dan Meiya. Tundrey tak ingin kehilangan miliknya
yang paling berharga.
OoO
Tundrey
mengguncang tubuh Arkesya perlahan. Dia membangunkan ayahnya tanpa ingin mengejutkannya.
Arkesya membuka mata perlahan.
“Waktunya
sudah tiba, ayah. Kita harus pergi.”
“Pergi
? Ke mana ?”
“Ayah,
ikut saja. Para pembantu sedang mempersiapkan bekal untuk kita. Juga
anak-anak.”
“Dustone.
Ya kan ? Dia sudah bangkit. ”
Tundrey
tidak menjawab. Tapi bunyi sirene meraung-raung di luar adalah jawaban bagi
Arkesya. Presiden memerintahkan evakuasi. Beberapa pesawat antariksa sudah
dipersiapkan untuk evakuasi sebagian besar penduduk bumi. Juga kapal-kapal
besar untuk berlayar di samudra. Dan itu, tidak mencukupi. Hanya orang-orang
kaya yang mampu membayar biayanya. Orang-orang yang tidak mempunyai uang untuk
menyelamatkan jiwa mereka, berlarian ke hutan-hutan, berharap bisa selamat.
Kisah itu akan kembali terulang.
“Tidak
ada yang bisa selamat dari Dustone, Tundrey. Meskipun kita pergi ke tengah laut
atau ke antariksa. Kita tetap harus kembali ke bumi. Kau tahu itu, kan ?
Penduduk bumi tidak pernah mempersiapkan evakuasi dengan matang sebelumnya,
padahal mereka sudah tahu ramalan itu akan terjadi. “
“Aku
harap ayah tidak membuat Gaye dan Maye ketakutan. Kita hanya berlibur
sementara.”
Tundrey
mendorong kursi roda Arkesya. Di ruang tengah, Gaye dan Maye berdiri tegak
menatap layar televisi selebar satu setengah meter. Dan dengan layar sebesar
itu, keduanya bisa melihat liputan mengerikan itu disiarkan dengan sangat gamblang.
Dustone.
Dongeng itu benar adanya. Dia telah bangkit dari gurun. Sekujur tubuhnya,
adalah padatan debu dan batu, membentuk sosok mirip manusia raksasa. Tangannya
menjamah manusia-manusia yang tampak seperti ujung kukunya, dan melemparkannya
ke mulut besarnya. Dia tidak bermata. Hanya kepala dengan mulut terbuka lebar.
Tempat dia memasukkan manusia-manusia yang dia tangkap dengan kedua tangannya.
Langkahnya mendebam, mengguncang dan meruntuhkan gedung. Dia meraup begitu saja
manusia-manusia yang berlarian seperti semut, lalu menelannya. Gedung-gedung
itu dia patahkan, dia angkat ke udara dan mengguncang-guncangnya. Hingga
manusia-manusia berjatuhan ke mulutnya. Tak satu pun luput. Dia begitu telaten
menyibak hutan dan mencomot manusia yang histeris di dalamnya. Kendaraan dan
pesawaat yang berlari menjauhinya, dia hantam dengan gumpalan batu dan debu
hingga. Hingga tak ada yang selamat dari dia. Semua manusia ditelannya.
Tundrey
langsung mematikan televisi.
“Nonton
filmnya lain kali saja ya ?” kata Tundrey dengan senyum lebar.
“Itu
bukan film, ayah. Itu berita !” protes Gaye.
“Dustone
telah bangkit dan dia akan memakan kita semua !” teriak Maye.
Tundrey
tahu dia tidak bisa membohongi si kembar. Tapi dia berusaha menutupi apa yang
telah terjadi di muka bumi. Dia tidak ingin, si kembar mempunyai pikiran aneh
tentang akhir kisah Dustone yang selama ini meraka harap dari buku tua dari
papyrus itu.
“Ayo,
semua masuk ke mobil. Kita akan pergi ke bulan !”
Gaye
dan Maye diam mematung. Tundrey tak bisa lagi bicara.
“Sampai
kapan kau akan membohongi mereka, Tundrey. Gaye dan Maye adalah bagian dari
dongeng itu, “ ucap Arkesya seraya menangkup kedua tangannya ke dagunya, tanda
dia hendak memberikan nasehat bijaksana.
“Tidak
! Tidak !” teriak Tundrey, matanya memerah, “kalian semua, ayo cepat naik.”
Para
pembantu bergegas keluar dan naik ke dalam mobil yang sudah disiapkan Presiden.
Tundrey adalah Menteri Pertahanan yang tak boleh ditelan oleh Dustone. Dia dan
keluarganya harus diselamatkan seperti halnya Presiden.
“Ayah,
kami akan menyelamatkan dunia, “ ucap Gaye dan Maye serempak, “kata kakek,
hanya kami yang bisa.”
“Tidak,
sayang … tidak…”
Tundrey
menubruk kedua anaknya dan memeluknya erat. Dia tidak ingin kehilangan
keduanya. Kekuatan mereka berdua sudah diramalkan. Dan kedukaan bagi Tundrey
ketika mengetahui bahwa kemampuan mereka sudah semakin terasah.
“Ayah
… tolong, hentikan !” pekik Tundrey pada Arkesya.
Arkesya
terpaku di kursi rodanya. Ini adalah takdir bagi seorang pahlawan.
OoO
Tundrey
dan beberapa pasukan berhasil memancing Dustone mendekati pantai. Tempat yang
selalu dijauhi makluk mengerikan itu. Dan sesuai prediksi Tundrey, Dustone
tidak berani mendekat, ketika jaraknya satu kilometer dari pantai. Tapi dia
mulai melemparkan batu dan tanah di sekitar pantai. Batu dan tanah itu langsung
memadat ketika menyentuh pantai, membuat langkah Dustone semakin maju mendekati
garis pantai.
Gaye
dan Maye berdiri di sebilah papan, yang tergantung di helikopter milik
Departemen Pertahanan. Tubuh mereka terikat erat. Dan hanya Tundrey yang
memperbolehkan dirinya mengendarai helicopter tersebut. Tak dipedulikannya
teriakan Presiden di radionya. Bagaimanapun juga, Tundrey tidak akan
mengorbankan kedua anaknya begitu saja. Setidaknya, dia pun harus ikut bersama
Gaye dan Maye menjadi korban Dustone. Lemparan gumpalan batu dan debu dari
Dustone berhasil dihindari oleh helikopter Tundrey dengan tangkas.
Gaye
dan Maye mulai berputar. Saat tangan
Dustrone menyambar mereka berdua dan siap menelannya, kekuatan mereka menyambar
air laut dan membentuk pusaran. Tundrey berusaha mempertahankan kendali
helikopternya, di dalam pusaran air. Mereka tepat berada di atas mulut Dustrone
yang terbuka. Dan dalam hitungan detik, Tundrey melepaskan tali penahan papan
Gaye dan Maye. Kedua anaknya itu jatuh meluncur ke mulut Dustrone, dan pusaran
air laut mengikuti mereka.
“Aku
mencintaimu, Gaye … Maye !” bisik Tundrey.
Helikopternya
berputar tanpa kendali, terkena pusaran air laut. Pusaran air laut itu tertarik
oleh kekuatan Gaye dan Maye, masuk ke dalam mulut Dustrone. Terdengar suara
bergemuruh yang dahsyat. Mulut Dustone mulai meleleh terkena air laut. Perlahan
lelahan itu merambat ke seluruh kepala. Pusaran air laut semakin besar. Tundrey
berhasil keluar dari pusaran air, dan mendaratkan helikopternya di tepi pantai.
Masih dalam helikopter, Tundrey mengkomando untuk merudal Dustone. Rudal-rudal air
mendera tubuh Dustone. Semula, rudal-rudal itu hanya tertelan oleh tubuh
Dustone dan tak ada reaksi apa pun. Tapi, seriring dengan melelehknya kepala
dan leher Dustone, kedua kaki raksasanya tak bisa lagi menahan beban tubuhnya. Rudal-rudal
air membuat sebagian besar kakinya menjadi lumpur. Perlahan Dustone ambruk
diiringi suara gemuruh. Dan pusaran air Gaye dan Maye menjadi hujan air laut,
luruh, menyiram gurun.
Terdengar
sorak sorai para tentara. Legenda itu
tak akan pernah lagi tertutur ke generasi selanjutnya. Dustone sudah musnah.
Tundrey menatap debu dan batu yang berterbangan, yang kemudian luruh ke bumi.
Yang dilakukannya kemudian hanya satu, menemukan Gaye dan Maye dalam reruntuhan
batu itu. Maka dia pun berlari, diikuti para tentaranya, mengobarak-abrik
lumpur dan batu. Dan sungguh aneh, sudah jutaan orang yang ditelan Dustone,
tapi tak satu pun bekasnya ada dalam tubuhnya. Dustone benar-benar memusnakah
manusia dalam gerusan debu dan batu di tubuhnya. Maka, tak heran, legenda itu
tak pernah lekang oleh jaman. Tertutur dan ingin dilupakan, tapi tak pernah
bisa terlupa.
Tundrey
memukul-mukul lumpur di hadapannya.
Berteriak memanggil Gaye dan Maye. Legenda itu telah musnah, bersama
kedua putra tercintanya. Keduanya terlahir dan pergi sebagai pahlawan.
OoO
Cerpen ini diikut sertakan di Lomba Cerpen Fantasy Fiesta 2012